Selamat Datang

Belajar Pengendalian Hayati merupakan blog baru untuk mendukung pembelajaran blended learning mata kuliah Pengendalian Hayati bagi mahasiswa Faperta Undana. Blog sedang dalam pembuatan sehingga belum dapat menyediakan layanan secara penuh. Silahkan berkunjung kembali untuk memperoleh informasi mengenai fitur layanan dukungan pembelajaran yang diberikan melalui blog ini. Mohon berkenan menyampaikan komentar dengan mengklik tautan Post a Comment di bawah setiap tulisan.

Senin, 11 September 2023

1.2. Pengendalian Hayati: Pengertian dan Peristilahan, Perbedaan dari Cara Pengendalian Lain, Manfaat dan Risiko, serta Ruang Lingkup

Pada materi 1.1 kita sudah mempelajari bahwa permasalahan OPT timbul bukan hanya karena kemampuan OPT untuk mengurangi produksi, melainkan juga karena masalahan cara pengendalian. Perkembangannya menunjukkan bahwa pengendalian hayati merupakan cara pengendalian OPT yang sangat tua, tetapi sempat ditinggalkan karena berkembangnya cara pengendalian OPT yang pada awalnya dipandang lebih menjanjikan, yaitu pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan pestisida sintetik. Kemudian ternyata bahwa pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan pestisida sintetik bukannya dapat mengatasi masalah OPT, tetapi justru menimbulkan masalah OPT yang lebih mengkhawatirkan. Bukan hanya itu, pengendalian secara kimiwi dengan menggunakan pestisida sintetik ternyata juga dapat merusak lingkungan hidup. Akibatnya, pengendalian hayati kembali mendapatkan tempat. Materi kuliah ini menyajikan uraian pengantar mengenai apakah sebenarnya pengendalian hayati itu, beberapa istilah yang  peeru diketahui, dan batas-batas ruang liingkupnyya.
1.2.1. MATERI KULIAH

1.2.1.1. Membaca Materi Kuliah
Pengertian dan Peristilahan Pengendalian Hayati
Pada materi kuliaah 1.1 sudah diberikan definisi pengendalian hayati. Di antaranya definisi menurut:
  • Paul DeBach (1964): "tindakan parasit, predator, atau patogen dalam mempertahankan kepadatan populasi organisme lain pada rata-rata yang lebih rendah daripada yang terjadi tanpa keberadaan mereka" 
  • Robert van den Bosch (1973): "manipulasi musuh alami yang dilakukan manusia untuk mengendalikan hama", dan membedakannya dari pengendalian alami "yang terjadi tanpa campur tangan manusia". 
Pada definisi menurut deBach (1964), tidak jelas di mana peran manusia dan bagaimana mekanisme kerja pengendaliannya, padahal pengendalian OPT merupakan kegiatan yang melibatkan manusia dengan mekanisme kerja tertentu untuk membedakannya dengan cara lain pengendalian OPT. Sebaliknya pada definisi menurut van den Bosch (1973), sudah disebutkan peranan manusia, tetapi tetap belum menyebutkan meknisme kerja yang dapat membedakan dengan cara lain pengendalian OPT, terutama perbedaan dengan cara genetik dan cara budidaya yang sama-sama melibatkan organisme.

Berupaya untuk menyatukan peristilahan dalam pengendalian hayati, Eilenberg et al. (2001) mendefinisikan pengendalian hayati sebagai "penggunaan organisme hidup untuk menekan populasi organisme OPT tertentu, sehingga menjadi kurang melimpah atau kurang merusak daripada tanpa penggunaannya". Namun tetap saya, meskipun sudah menyiratkan keterlibatan manusia melalui kata "penggunaan", sudah menyebutkan apa yang digunakan dan apa sasarannya, juga masih belum menjelaskan mekanisme kerja yang dapat membedakan pengendalian hayati dengan cara pengendalian lain yang juga menggunakan organisme hidup seperti halnya pengendalian secara genetik dan pengendalian secara budidaya.

Sebagaimana telah diuraikan pada materi kuliah 1.1, pada ekosistem alami terjadi proses makan memakan yang dikenal sebagai rantai makanan (food chain) dan jaring-jaring makanan (food web). Dalam proses rantai makanan dan jaring-jaring makanan tersebut, organisme herbivor pemakan tanaman dikategorikan sebagai OPT dan organisme pemakan herbivor disebut musuh alami OPT (natural enemies of pests). Untuk membedakan pengendalian hayati dari cara pengendalian lainnya yang sama-sama menggunakan organisme hidup, Hempell & Mills (2017) menggambarkan empat komponen yang terlibat dalam pengendalian hayati (Gambar 1.2.1): 
  1. Musuh alami, terdiri atas predator, parasitoid/parasit/patogen, herbivor gulma, dan kompetitor/antagonis OPT. Predator berinteraksi dengan cara membunuh dan memakan OPT sasaran, parasitoid/parasit/patogen berinteraksi dengan cara menggunakan OPT sasaran tanpa membunuh dan memakan secara langsung, herbovor gulma berinteraksi dengan gulma dengan cara memakan secara langsung maupun tidak langsung, dan kompetitor/antagonis berinteraksi dengan OPT sasaran dengan mekanisme kompetisi. 
  2. OPT sasaran, terdiri atas OPT golongan hewan vertebrata maupun invertebrata, OPT golongan parasit/patogen, dan OPT golongan tumbuhan yang disebut gulma
  3. Keterlibatan manusia, terdiri atas keterlibatan secara aktif, keterlibatan secara pasif, dan tidak terlibat.
  4. Sumberdaya, terdiri atas sumberdaya tanaman, sumberdaya hewan, dan sumberdaya ekosistem yang dilingdungi dari kerusakan yang ditimbulkan oleh OPT.
Gambar 1.2.1.
Segitiga pengendalian hatati. Garis tidak putus menunjukkan interaksi langsung, garis putus-putus menunjukkan interaksi tidak langsung, ujung panah menunjukkan dampak positif, dan ujung bulat menunjukkan dampak negatif. Rangkaian interaksi berwarna hitam menunjukkan 'segitiga pengendalian hayati', merupkan rangkaian interaksi minimum yang menentukan definisi pengendalian hayati. Sumber: Hempell & Mills (2017), dimodifikasi.

Selanjutnya, dalam mendefinisikan pengendalian hayati, Hempell & Mills (2017) menyarakan agar  memperhatikan:
  • Keterlibatan manusia dalam memanipulasi organisme yang terlibat dalam rantai makanan dan jaring-jaring makanan, apakah terlibat atau tidak terlibat;
  • Organisme yang digunakan untuk melakukan pengendalian, yaitu organisme musuh alami, dan organisme yang menjadi sasaran, yaitu OPT, dalam pengendalian hayati, apakah merupakan organisme hidup atau produknya;
  • Interaksi antara organisme musuh alami dan organisme OPT, apakah merupakan interaksi makan memakan (trophic interaction) dan interkasi bukan makan memakan (non-trophic interaction)
Di antara keempat komponen di atas, sumberdaya merupakan komponen yang mencirikan semua cara pengendalian OPT, baik pengendalian hayati maupun bukan pengendalian hayati sehingga Hempell & Mills (2017) menggunakan hanya interaksi yang melibatkan komponen musuh alami, komponen OPT sasaran, dan komponen keterlibatan manusia sebagai komponen segi tiga pengendalian hayati (biological control triangle) yang membedakan pengendalian hayati dari pengendalian lainnya.

Berdasarkan pada interaksi minimal segi tiga pengendalian hayati di atas, Hempell & Mills (2017) mendefinisikan:
  • Pengendalian hayati (biological control): pengendalian OPT sasaran yang dilakukan secara aktif maupun secara pasif dengan melibatkan agen pengendalian hayati hidup melalui interaksi makan memakan maupun bukan makan memakan;
  • Pengendalian alami (natural control): pengendalian OPT sasaran yang terjadi tanpa keterlibatan manusia yang melibatkan musuh alami hidup melalui interaksi makan memakan maupun bukan interaksi makan memakan;
  • Agen pengendalian hayati (biological control agents, BCAs): organisme hidup yang secara sengaja digunakan untuk mengendalikan OPT golongan tertentu melalui interaksi makan memakan maupun bukan interaksi makan memakan;
  • Musuh alami (natural enemies): organisme hidup yang tidak secara sengaja digunakan untuk mengendalikan OPT golongan tertentu melalui interaksi makan memakan maupun bukan interaksi makan memakan;
Musuh alami dan agen pengendalian hayati sebenarnya merupakan organisme yang sama secara taksonomis, berbeda hanya dalam hal penggunaannya. Misalnya kumbang kubah Curinus coerulius di tempat asalnya di Amerika tengah merupakan musuh alami kutu loncat lamtoro Heteropsylla cubana. Setelah diintroduksi dan kemudian dilepaskan untuk mengendalikan kutu loncat lamtoro di Indonesia maka kumbang kubah tersebut menjadi agen pengendalian hayati. 

Perbedaan Pengendalian Hayati dari Cara Pengendalian Lainnya
Menurut Pasal 10 ayat 2 PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, pengendalian OPT dilaksanakan dengan cara: (a) cara fisik, melalui pemanfaatan unsur fisika tertentu; (b) cara mekanik, melalui penggunaan alat dan atau kemampuan fisik manusia; (c) cara budidaya, melalui pengaturan kegiatan bercocok tanam; (d) cara biologi, melalui pemanfaatan musuh alami organisme pengganggu tumbuhan; (e) cara genetik, melalui manipulasi gen baik terhadap organisme pengganggu tumbuhan maupun tanaman; (f) cara kimiawi, melalui pemanfaatan pestisida; dan/atau (g) cara lain sesuai perkembangan teknologi. Dalam kaitan dengan cara pengendalian OPT sebagaimana diatur dalam PP tersebut, pengendalian hayati disebut dalam huruf (d) cara biologi, melalui pemanfaatan musuh alami OPT. Dalam pengertian ini berarti pengendalian biologi yang dimaksud merupakan pengendalian hayati dalam arti sempit.

Pengendalian hayati, yang dalam PP No. 6 Tahun 1995 disebut pengendalian cara biologi, dapat dibedakan dengan mudah dengan cara pengendalian lainnya karena dibatasi pada penggunaan musuh alami, yang setelah digunakan dalam pengendalian alami disebut agen pengendalian hayati. Namun tidak dijelaskan lebih lanjut, apakah yang dimaksud sebagai musuh alami terbatas pada interaksi makan memakan atau juga mencakul interaksi bukan makan memakan. Jika pengertian musuh alami dibatasi pada interaksi makan memakan maka pengendalian hayati dapat dibedakan dengan mudah dari cara pengendalian lainnya yang tidak menggunakan musuh alami melalui mekanisme makan memakan. Namun jika yang dimaksud dengan musuh alami juga mencakup musuh alami dengan interaksi bukan makan memakan maka pengendalian hayati tidak dapat dengan mudah dibedakan dari pengendalian cara budisaya dan pengendalian cara genetik karena kedua cara tersebut juga menggunakan organisme hidup.

Pengendalian OPT dengan cara genetik dilakukan dengan memodifikasi tanaman atau OPT secara genetik dengan memasukkan kompinen genetik asal tanaman atau asal OPT lain. Jika komponen genetik yang dimasukkan berasal dari musuh alami atau genetik tanaman direkayasa untuk mampu mensintesis senyawa yang dapat menekan ertumbuhan OPT, misalnya untuk mampu memproduksi senyawa anti OPT sebagaimana yang diproduksi oleh bakteri Bacillus thuringiensis Berliner 1915 pada Jagung Bt dan Kapas Bt, maka membedakan pengendalian hayati dari pengendalian secara genetik menjadi tidak mudah. Demikian juga membedakan pengendalian hayati dengan pengendalian secara budidaya, menjadi tidak mudah jika teknik budidaya yang diterapkan melibatkan hal-hal yang memungkinkan konservasi musuh alami, sebagaimana misalnya teknik budidaya tumpang sari dengan melibatkan jenis-jenis tanaman yang menyediakan sumber makanan bagi jenis-jenis musuh alami tertentu.

Oleh karena pengendalian hayati dapat mencakup cara pengendalian OPT dapat mencakup cara pengendalian lain maka ada yang menyebut pengendalian hayati sebagai pengelolaan hayati (biological management) sebagaimana misalnya dalam buku Biological Management of Diseases of Crops, Volume 1: Characteristics of Biological Control Agents dan Biological Management of Diseases of Crops, Volume 2: Integration of Biological Control Strategies with Crop Disease Management Systems oleh Narayanasamy (2013). Istilah pengelolaan hayati sesuai digunakan terutama untuk pengendalian hayati penyakit tanaman karena pengendalian hayati penyakit tanaman melibatkan interaksi antara agen pengendalian hayati dan OPT golongan patogen yang bukan hanya interaksi makan memakan sebagaimana halnya interaksi antara agen pengendalian hayati dan OPT dolongan hama. Sebagaimana akan kita pelajari dalam materi-materi kuliah selanjutnya, pengendalian hayati dengan menggunakan mikroba sebagai agen pengendali hayati sebagaimana yang dilakukan dalam pengendalian hayati OPT golongan patogen dan OPT golongan gulma melibatkan interkasi yang kompleks antara agen pengendalian hayati dengan OPT sasaran.

Manfaat dan Risiko Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati menggunakan organisme untuk mengendalikan hama sehingga untuk menggunakan pengendalian hayati maka penggunaan pestisida kimiawi harus dikurangi. Pengurangan penggunaan pestisida kimiawi berarti mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap hama dan lingkungan hidup. Dampak negatif pestisida kimiawi terhadap hama mencakup resistensi hama sasaran, resurgensi hama sasaran, dan ledakan hama bukan sasaran, sedangkan dampak negartif pestisida kimiawi terhadap lingkungan hidup mencakup pencemaran tanah dan air serta biomagnifikasi. Penggunaan pestisida kimiawi memang dapat memberikan hasil tanaman yang bebas hama, tetapi penggunaannya menyebabkan petani terpapar pestisida dan hasil tanamannya penuh dengan residu pestisida. Paparan pestisida pada saat menggunakannya maupun konsumsi hasil panen yang mengandung residu pestiaida membahayakan kesehatan. Mengurangi penggunaan pestisida kimiawi berarti melindungi kesehatan, baik kesehatan petani maupun kesehatan masyarakat konsumen. Karena tidak mengandung bahan yang berbahaya dan beracun maka pengendalian hayati menjadi bagian yang penting bagi pengelolaan hama secara terpadu. Pengendalian hayati merupakan bagian dari bioproteksi (bioprotection) dengan target yang spesifik, berkelanjutan, relatif aman terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, dan dapat dilakukan dengan biaya murah (Gambar 1.2.2).

Gambar 1.2.2. 
Pengendalian hayati sebagai cara untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh cara pengendalian kikiawi serta manfaat yang dapat diperoleh.

Meskipun pengendalian hayati bermanfaat, bukan berarti tanpa risiko. Pengendalian hayati tidak benar-benar merupakan cara pengendalian yang tanpa risiko dan tanpa permasalahan etika. Simberloff (2012) mengidentifikasi paling tidak empat risiko yang dapat timbul dari pengendalian hayati: (1) agen hayati menyerang organisme bukan sasaran secara tidak langsung, agen hayati mengganggu organisme bukan sasaran secara tidak langsung, (3) agen hayati menyebar ke luar dari wilayah sasaran pelepasannya, baik dengan sendirinya maupun dengan bantuan manusia, dan (4) hubungan antara agen hayati dengan hama sasaran dapat berubah, terutama seiring dengan perubahan iklim. Oleh karena itu, pengendalian hayati memang relatif lebih aman terhadap lingkungan daripada pengendalian kimiawi, tetapi bukan berarti merupakan cara pengendalian yang benar-benar aman dan bersahabat dengan lingkungan hidup. Dalam kaitan dengan risiko yang dapat ditimbulkannya tersebut, Lockwood (1997) mempersoalkan etika pengendalian hayati dalam menghadapi ketidakpastian ekologis dari dampak lingkungan sehubungan dengan bagaimana menyeimbangkan manfaat dan risikonya, ketidakpastian kebijakan dan pengambilan keputusan, pembayang aman pestisida kimiawi.


Ruang Lingkup Pengendalian Hayati
Sebagaimana tersirat dalam definisi pengendalian hayati, ruang lingkup pengendalian hayati berkaitan dengan: (1) kategori agen pengendalian hayati yang digunakan, (2) kategori OPT sasaran, (3) interaksi agen pengendali hayati dengan OPT sasaran, (4) strategi aplikasi agen pengendalian hayati, dan (5) sumberdaya yang dilindungi dengan menggunakan pengendalian hayati. Berikut diberikan uraian dan contoh mengenai komponen-komponen yang tercakup dalam ruang lingkup pengendalian hayati tersebut agar dapat memahami pengendalian hayati secara lebih utuh dan menyeluruh.

Kategori agen pengendali hayati sebagai predator, parasitoid/parasit/patogen, herbivor, dan kompetitor/antagonis sebagai kberbeda satu sama lain sebagai berikut:
  • Predator: agen pengendalian hayati yang menangkap dan memakan jenis OPT sasaran secara langsung, misalnya penggunaan kumbang kubah Curinus coerulius untuk mengendalikan kutu loncat lamtoro Heteropsylla cubana.
  • Parasitoid/parasit/patogen: agen pengendali hayati yang menangkap jenis OPT sasaran bukan untuk memakan dengan cara membunuh atau jika membunuh, bukan untuk memakan bagi dirinta sendiri, dibedakan menjadi: (1) parasitoid: jika menangkap untuk meletakkan telur sehingga jenis OPT sasaran yang ditangkap menjadi makanan bagi larva agen pengendalian hayati, (2) parasit: jika memakan dengan cara menghisap cairan tubuh dari permukaan atau di dalam tubuh tanpa merusak jaringan jenis OPT sasaran, dan (3) patogen: jika memakan dengan cara menghisap cairan tubuh dari permukaan atau di dalam tubuh dengan merusak jaringan jenis OPT sasaran.
  • Herbivor: agen pengendalian hayati yang mengendalikan tumbuhan sebagai OPT sasaran, dalam hal ini OPT golongan gulma sehingga juga dikenal sebagai pemakan gulma (weed feeder).
  • Kompetitor/antagonis: agen pengendali hayati yang mengendalikan OPT sasaran dengan cara menyaingi (kompetisi), jika menyaingi carea memperebutkan sumberdaya tanpa melibatkan senyawa kimia maka disebut kompetitor dan jika dengan menghasilkan senyawa kimia yang menekan pertumbuhan dan perkembangan OPT sasaran maka disebut antagonis (antagonist).
Selain sebagaimana di atas, agen pengendali hayati juga dapat dibedakan menjadi agen hayati mikroba (microbial biological control agent) sebagaimana misalnya jamur, kromista, bakteri, dan virus serta agen pengendali hayati non-mikroba (non-microbial biological control agent) sebagaimana misalnya predator, parasitoid, dan serangga pemakan gulma.

Kategori OPT sasaran menjadi OPT golongan hama, OPT golongan patogen, dan OPT golongan gulma disebdakan satu sama lain sebagai berikut:
  • OPT golongan hama: OPT sasaran yang terdiri atas jenis-jenis organisme golongan hewan 
  • OPT golongan patogen: OPT sasaran yang terdiri atas jenis-jenis organisme jamur, kromista, bakteri, dan virus 
  • OPT golongan gulma: OPT sasaran yang terdiri atas jenis-jenis tumbuhan yang menyaingi tanaman.
Kategori interaksi antara musuh alami dengan OPT sasaran dibedakan menjadi sebagai berikut:
  • Kategori interaksi makan memakan atau juga dikenal sebagai interaksi trufik (trophic interaction): agen pengendalian hayati yang mengendalikan dengan cara memakan OPT sasaran, mencakup predator, parasitoid, parasit, patogen, dan pemakan gulma
  • Kategori interaksi bukan makan memakan atau juga dikenal sebagai interaksi non-trofik (non-trophic interaction): agen pengendalian hayati yang mengendalikan bukan dengan cara memakan OPT sasaran, melainkan dengan cara menyaingi tanpa melibatkan senyawa kimia maupun dengan melibatkan senyawa kimia, mencakup agen pengendalian hayati kategori mikroba dalam pengendalian hayati OPT golongan patogen dan OPT golongan gulma.
Agen pengendalian hayati yang digunakan dalam pengendalian hayati dapat didatangkan dari luar kawasan geografik atau berasal dari kawasan geografik setempat yang digunakan dengan cara melepaskan agar menjadi berkembang secara mapan atau melepaskan tanpa perlu harus berkembang menjadi mapan. Berdasarkan asal agen pengendalian hayati dan pelepasannya untuk tumbuh dan berkembang menjadi mapan atau tidak perlu menjadi mapan maka pengendalian hayati dibedakan berdasarkan aplikasinya menjadi:  
  • Strategi pengendalian hayati klasik (classical biological control), juga disebut pengendalian hayati importasi (importation biological control): agen pengendalian hayati didatangkan dari luar dan dilepaskan satu kali atau secara berulang dalam jumlah terbatas sampai bisa tumbuh dan berkembang menjadi mapan sehingga dapat mengendalikan OPT sasaran dalam jangka panjang;
  • Strategi pengendalian hayati inokulatif (inoculative biological control): agen pengendalian hayati didatangkan dari luar atau dikembangkan dari organisme lokal yang dilepaskan satu kali atau secara berulang sampai bisa tumbuh dan berkembang menjadi mapan sehingga dapat mengendalikan jenis OPT sasaran dalam satu musim tanam;
  • Strategi pengendalian hayati inundatif (inundatif biological control): agen pengendalian hayati didatangkan dari luar atau dikembangkan dari organisme lokal yang dilepaskan dalam jumlah besar secara berulang tanpa harus tumbuh dan berkembang menjadi mapan sehingga dapat mengendalikan jenis OPT sasaran dalam satu musim tanam;
  • Strategi pengendalian hayati konservasi (conservation biological control): agen pengendalian hayati merupakan jenis-jenis organisme lokal mencakup jenis musuh alami tertentu atau berbagai jenis musuh alami yang dilindungi dengan berbagai cara, antara lain dengan menyediakan sumber makanan alternatif, menyediakan tempat bersarang, menghidarkan penggunaan pestisida bersprktrum lebar, dan sebagainya, sehingga dapat mengendalikan jenis OPT sasaran dalam satu musim tanam maupun dalam jangka panjang.
Strategi pengendalian hayati inokulatif dan pengendalian inundatif juga disebut pengendalian hayati augmentasi (augmentation biological control), tetapi penggabungan keduanya sebaiknya dihindarkan karena istilah augmentasi yang berarti pengayaan juga dapat dilakukan dalam pengendalian hayati konservasi.

Berdasarkan kategori agen pengendalian hayati sebagai mikroba atau bukan mikroba maka pengendalian hayati dibedakan berdasarkan aplikasinya menjadi:  
  • Pengendalian hayati biopestisida: agen pengendalian hayati terlebih dahulu diformulasikan dengan cara mencampur dengan menggunakan bahan tertentu untuk memungkinkan agen pengendalian hayati dapat bertahan dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, digunakan dengan strategi pengendalian hayati inokulatif dan strategi pengendalian inundatif;
  • Pengendalian hayati bukan biopestisida: agen pengendalian hayati tidak perlu diformulasikan dengan cara mencampur dengan menggunakan bahan tertentu, melainkan dilepaskan sebagai organisme secara langsung.
Dalam kaitan dengan formulasi agen pengendalian hayati sebagai biopestisida maka biopestisida didefinisikan sebagai berikut:
  • Menurut US Environmental Protection Agency (US-EPA): "tipe pestisida yang berasal dari material alami semisal hewan, tumbuhan, bakteria, dan mineral tertentu". Untuk keperluan registrasi, US_EPA mengklasifikasikan biopestisida ke dalam tiga kategori: (1) pestisida mikrobial (microbial pesticides atau microbial-based pesticides), yaitu pestisida yang menggunakan mikroba dan virus sebagai bahan akrif, misalnya pestisida dengan bahan aktif jamur, kromista, bakteri, atau virus, (2) protektan-termasukkan tumbuhan (plant-incorporated protektants, PIPs), yaitu pestisida yang bahan aktifnya adalah material genetik yang dimasukkan ke dalam tumbuhan untuk menghasilkan senyawa yang bersifat pestisida, misalnya jagung-Bt (Bt-corn) dan kapas-Bt (Bt-cotton) (bagian dari tanaman termodifikasi secara genetik, genetically modified crops, GMCs, dan GMCs merupakan bagian dari organisme termodiifikasi secara genetik, genetically modified organisms, GMOs), (3) pestisida biokemis (biochemical pestisides), yaitu senyawa terdapat alami yang mengendalikan OPT dengan mekanisme non-toksik (tanpa meracuni), misalnya dengan menggunakan feromon (pheromones), dikenal juga sebagai pestisida biorasional (biorational pesticides), termasuk sebagai pengendalian hayati dalam pengertian terlalu luas.
  • The EU European Environment Agency (EU-EEA): "pestisida yang dibuat dari sumber-sumber hayati, yaitu dari toksin yang terdapat secara alami ... Agen hayati yang terdapat secara alami untuk membunuh OPT dengan menyebabkan efek hayati daripada dengan menyebabkan keracunan kimiawi", mencakup pengendalian hayati dalam pengertian terlalu luas.
Berdasarkan pada sumberdaya yang dilindungi melalui pelaksanaannya maka pengendalian hayati dibedakan menjadi:
  • Pengendalian hayati pertanian dalam arti sempit, mencakup penerapan pengendalian hayati untuk melindungi tanaman dalam sektor pertanian;
  • Pengendalian hayati pertanian dalam arti luas, mencakup penerapan pengendalian hayati untuk melindungi tumbuhan dan hewan dalam sektor peternakan dan perikanan budidaya;
  • Pengendalian hayati lingkungan hidup, mencakup penerapan pengendalian hayati untuk melindungi manusia dan ekosistem dalam sektor kesehatan dan sektor lingkungan hidup dan kehutanan.
Penerapan pengendalian hatai dalam sektor sebagaimana disebutkan di atas dapat dilakukan secara tunggal atau secara terpadu dengan cara pengendalian lainnya maupun secara sektoral atau lintas sektor. Jika dilakukan secara terpadu dengan cara pengendalian lain secara sektoral maka pengendalian hayati menjadi bagian dari pengelolaan hama terpadu dan jika dilakukan secara terpadu dan lintas sektoral maka pengendalian hayati menjadi bagian dari ketahanan hayati sebagai berikut:
Pengelolaan hama terpadu dan ketahanan hayati berbeda terutama dalam kaitan dengan kebijakan. Pengelolaan hama terpadu didasarkan pada kebijakan dan pelaksanaan secara sektoral, yaitu sektor pertanian dan sektor lain yang terkait, sedangkan ketahanan hayati didasarkan pada kebijakan lintas sektoral dilanjutkan dengan pelaksanaan secara sektoral maupun lintas sektoral.

1.2.1.2. Mengunduh dan Membaca Pustaka
Materi kuliah yang Anda baca ini hanyalah semacam panduan mengenai bagaimana seharusnya Anda mempelajari materi kuliah ini. Untuk mempelajari materi kuliah ini lebih lanjut, Anda perlu membaca pustaka sebagai berikut:
Buku Teks
Jurnal Ilmiah
Website
Silahkan mengklik tautan untuk dibaca dan dilaporkan melalui tautan Menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas.

1.2.1.3. Mengerjakan Kuis
Setelah membaca materi kuliah dan pustaka kuliah 1.1 dan materi kuliah 1.2, setiap mahasiswa wajib mengerjakan kuis secara mandiri dengan mengklik tautan sebagai berikut:
  1. Mengerjakan dan Memasukkan Lembar Jawaban Kuis (klik setelah tautan aktif) selambat-lambatnya pada Minggu, 15 September 2024 pukul 24.00 WITA.
  2. Memeriksa untuk memastikan (klik setelah tautan aktif) bahwa Lembar Jawaban Kuis sudah masuk
Mahasiswa yang tidak mengerjakan quiz tidak akan memperoleh nilai untuk setiap quiz yang tidak dikerjakan.

1.2.2. TUGAS/PROJEK KULIAH

1.2.2.1. Mendiskusikan dengan Cara Membagikan Blog dan Materi Kuliah
Setelah membaca materi kuliah, silahkan bagikan materi kuliah melalui media sosial yang dimiliki disertai dengan mencantumkan status tertentu, misalnya "Saya sekarang baru tahu ternyata statistika terapan itu menyenangkan ... dst." Untuk membagikan lauar klik tombol Beranda dan kemudian klik tombol pembagian memalui media sosial dengan mengklik tombol media sosial yang tertera di sebelah kanan judul materi kuliah. Jika media sosial yang dimiliki tidak tersedia dalam ikon yang ditampilkan, klik ikon paling kanan untuk membuka ikon media sosial lainnya. Materi kuliah dibagikan paling lambat pada Minggu, 15 September 2024 pukul 24.00 WITA dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.

1.2.2.2. Mendiskusikan dengan Cara Menyampaikan dan Menanggapi Komentar
Setelah membaca materi kuliah, silahkan buat minimal satu pertanyaan dan atau komentar mengenai materi kuliah. Buat pertanyaan secara langsung tanpa perlu didahului dengan selamat pagi, selamat siang, dsb., sebab belum tentu akan dibaca pada jam sesuai dengan ucapan selamat yang diberikan. Ketik pertanyaan atau komentar secara singkat tetapi jelas, misalnya "Mohon menjelaskan apa manfaat mempelajari statistika terapan". Pertanyaan dan/atau komentar diharapkan ditanggapi oleh mahasiswa lainnya dan setiap mahasiswa wajib menanggapi minimal satu pertanyaan dan/atau komentar yang disampaikan oleh mahasiswa lainnya. Pertanyaan dan/atau komentar maupun tanggapannya disampaikan paling lambat pada Minggu, 15 September 2024 pukul 24.00 WITA dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.

1.2.2.3. Mengerjakan Tugas/Projek Kuliah
Silahkan mengerjakan tugas projek kuliah secara kelompok dengan terlebih dahulu mengklik DAFTAR KELOMPOK MAHASISWA (klik setelah tautan diaktifkan) untuk melakukan melakukan pengamatan musuh alami dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  • Mencari tegakan gulma Chromolaena odorata di lokasi yang terdekat setelah mempelajari morfologi gulma tersebut di situs Plant of the World Online (POWO), Wikipedia, Wikispecies, dan Wikimedia Commons untuk mengenalinya.
  • Mencari nama desa, kecamatan, dan kabupaten/kota lalu menggunakan aplikasi GPS data pada ponsel untuk menentukan koordinat geografik lokasi dan elevasi (ketinggian tempat) tegakan gulma Chromolaena odorata dengan cara berdiri pada tempat terbuka di tengah-tengah tegakan sambil memegang ponsel lalu mencatat angka koordinat dan elevasi setelah angka akurasi (Accuracy) menunjukkan nilai < 5 m.
  • Menggunakan OpenCamera yang sudah diatur mengambil foto hanya setelah GPS ponsel diaktifkan untuk mengambil foto tegakan, cabang disertai dengan daun dan pucuk, helai daun dari permukaan atas dan permukaan bawah, serta rangkaian bunga atau buah gulma Chromolaena odorata. Buat presentasi dengan judul Tegakan Gulma Chromolaena di Desa ..., Kecamatan ..., Kebupaten/Kota ... berisi slide: (1) tegakan, (2) cabang disertai dengan daun dan pucuk, (3) helai daun dari permukaan atas dan permukaan bawah, serta (4) rangkaian bunga atau buah gulma Chromolaena odorata, masing-masing dengan judul slide (semuanya 5 slide termasuk judul). Silahkan buat presentasi dengan menggunakan aplikasi PowerPoint atau Canva.
Lokasi dan foto tegakan gulma Chromolaena odorata disampaikan secara sendiri-sendiri sebagai bagian dari Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas selambat-lambatnya pada Minggu, 15 September 2023 pukul 24.00 WITA.

1.2.3. ADMINISTRASI KULIAH

Untuk membuktikan telah melaksanakan kuliahi, Anda wajib mengakses, menandatangani presensi, dan mengumpulkan tugas di situs SIADIKNONA. Sebagai cadangan, silahkan juga mengerjakan quiz, menandatangani daftar hadir, dan memasukkan laporan melaksanakan kuliah dan mengerjakan tugas dengan mengklik tautan di bawah ini.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan memasukkan Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah dan Laporan Melaksanakan Kuliah akan ditetapkan sebagai tidak melaksanakan kuliah.

**********
Hak cipta blog dan isi blog pada: I Wayan Mudita
Dipublikasikan pertama kali: 8 September 2023.



Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik.

21 komentar:

  1. Apa yang dimaksud dengan pengendalian OPT secara genetik dan bagaimana cara pengendalian OPT secara genetik dilakukan pada tanaman?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengendalian OPT secara genetik adalah metode pengendalian hama dan penyakit tumbuhan (OPT) dengan memodifikasi tanaman atau OPT secara genetik. Caranya adalah dengan memasukkan komponen genetik yang berasal dari tanaman atau OPT lain, sehingga tanaman tersebut mampu menekan pertumbuhan OPT.

      Hapus
  2. Bagaimana cara mengintegrasikan pengendali hayati dengan metode pengendalian hama lainnya dalam strategi pengendalian terpadu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cara Mengintegrasikan pengendalian hayati dengan metode pengendalian hama lainnya dalam strategi pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu dengan melibatkan pendekatan yang sistematis dan terencana agar berbagai metode tersebut dapat saling melengkapi.
      Contohnya Pengendalian mekanis dan fisik, seperti penggunaan perangkap hama atau jaring penghalang, dapat dikombinasikan dengan pengendalian hayati. Misalnya, jaring penghalang bisa mengurangi hama baru yang datang ke area, sementara agen hayati mengendalikan populasi hama yang sudah ada.
      Dengan mengintegrasikan metode- ini, pengendalian hayati bisa menjadi lebih efektif dan berkelanjutan, serta mengurangi ketergantungan pada pestisida kimiawi. Strategi ini menjaga keseimbangan ekosistem.

      Hapus
  3. Bagaimana cara pengendalian OPT secara genetik dilakukan pada tanaman?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara genetik dilakukan dengan memodifikasi atau memperbaiki sifat tanaman sehingga tanaman tersebut memiliki ketahanan terhadap serangan hama atau patogen. Berikut beberapa cara pengendalian OPT secara genetik:
      1. Rekayasa Genetika (Transgenik)
      2. Pemuliaan Tanaman (Breeding)

      Hapus
  4. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara genetik dilakukan dengan merekayasa genetika tanaman agar memiliki ketahanan terhadap hama atau penyakit. Ini bisa dilakukan melalui pembiakan selektif (breeding) untuk menghasilkan varietas tahan, atau dengan rekayasa genetika(transgenik) untuk memasukkan gen tertentu dari organisme lain, seperti gen penghasil protein toksin dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt), yang efektif melawan serangga hama. Tanaman yang dimodifikasi secara genetik ini mampu mengurangi serangan OPT tanpa perlu banyak pestisida.

    BalasHapus
  5. Bagaimana pengendalian hayati, yang sempat ditinggalkan karena popularitas pestisida sintetik, mampu mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida kimiawi, dan apa keunggulannya dalam menjaga keseimbangan lingkungan serta mencegah masalah OPT yang lebih serius?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengendalian hayati, yang sebelumnya diabaikan seiring dengan meningkatnya penggunaan pestisida sintetik, kini kembali mendapat perhatian karena kelebihannya dalam mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh pestisida kimiawi. Metode ini menggunakan musuh alami, seperti predator, parasitoid, dan patogen, untuk mengendalikan populasi organisme pengganggu tanaman (OPT). Salah satu keuntungan utama pengendalian hayati adalah kemampuannya untuk mengurangi residu kimia pada produk pertanian, yang pada gilirannya meningkatkan keamanan pangan.

      Selain itu, pengendalian hayati juga mendukung keberagaman biologis dengan mempromosikan interaksi alami antarorganisme di ekosistem, sehingga membantu menjaga keseimbangan ekologis dan mencegah dominasi spesies tertentu yang merugikan. Penggunaan metode ini juga mengurangi risiko resistensi pestisida yang sering kali terjadi akibat penggunaan pestisida kimia secara berulang. Dengan menerapkan pengendalian hayati, yang melibatkan predator atau parasitoid, kemungkinan resistensi dapat diminimalkan, sehingga menjaga efektivitas kontrol OPT dalam jangka panjang.

      Pengendalian hayati lebih selektif dan biasanya tidak membahayakan organisme non-target, termasuk serangga pollinator dan hewan lainnya, sehingga membantu melindungi keanekaragaman hayati dan kesehatan lingkungan. Pendekatan ini juga menawarkan solusi yang lebih berkelanjutan untuk pengelolaan OPT, dengan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan reproduksi musuh alami.

      Meskipun pengendalian hayati mungkin memerlukan investasi awal untuk memperkenalkan dan mempertahankan populasi musuh alami, dalam jangka panjang, metode ini sering kali lebih ekonomis dibandingkan dengan pengeluaran berulang untuk pestisida kimia. Biaya untuk mengelola populasi musuh alami dapat lebih rendah seiring berjalannya waktu.

      Secara keseluruhan, pengendalian hayati memberikan solusi alternatif yang efektif untuk masalah yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida kimiawi. Dengan keunggulannya dalam menjaga keseimbangan lingkungan, mengurangi dampak negatif, dan mencegah masalah OPT yang lebih serius, pengendalian hayati menjadi pilihan yang semakin relevan dalam praktik pertanian berkelanjutan saat ini.









      Hapus
  6. Mengapa pengendalian hayati dianggap sebagai metode yang relatif murah dalam pengelolaan hama?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengendalian hayati dianggap sebagai metode yang relatif murah dalam pengelolaan hama karena beberapa alasan:

      1. Biaya berkelanjutan rendah: Setelah agen pengendali hayati, seperti predator, parasit, atau patogen alami diperkenalkan dan berhasil membentuk populasi di lingkungan, mereka dapat berkembang biak secara alami, sehingga tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi atau aplikasi berulang seperti pada pestisida kimia.

      2. Pengurangan penggunaan pestisida: Dengan mengurangi atau menghilangkan kebutuhan untuk penggunaan pestisida kimia secara rutin, petani dapat menghemat biaya pembelian pestisida serta biaya aplikasi yang biasanya tinggi.

      3. Efek jangka panjang: Dalam banyak kasus, agen pengendali hayati dapat memberikan kontrol jangka panjang karena mereka terus bekerja dalam ekosistem untuk menekan populasi hama, sehingga biaya untuk pengendalian jangka panjang lebih rendah dibandingkan dengan pengendalian kimia yang membutuhkan aplikasi berulang.

      4. Dampak ekonomi tidak langsung: Karena pengendalian hayati minim dampak negatif terhadap lingkungan dan organisme non-target, metode ini juga mengurangi biaya terkait kerusakan lingkungan, pencemaran air, atau penurunan kualitas tanah yang seringkali muncul akibat penggunaan pestisida kimia secara berlebihan.

      Hapus
  7. Bagaimana cara membedakan pengendalian hayati dari metode pengendalian lainnya yang juga menggunakan organisme hidup, seperti pengendalian secara genetik dan pengendalian secara budidaya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengendalian hayati (biologis) menggunakan organisme hidup, seperti predator, parasit, atau patogen alami, untuk mengendalikan populasi hama secara alami. Contohnya adalah memperkenalkan serangga pemangsa untuk mengurangi hama tanaman.

      Perbedaan dengan metode lain:

      1. *Pengendalian genetik* melibatkan perubahan genetik pada organisme, misalnya melalui rekayasa genetika, untuk membuat tanaman lebih tahan terhadap hama atau membuat hama menjadi mandul.

      2. *Pengendalian budidaya* adalah perubahan praktik pertanian, seperti rotasi tanaman, penanaman waktu yang tepat, atau pemilihan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap hama, untuk mengurangi serangan hama secara alami.

      Singkatnya, pengendalian hayati menggunakan musuh alami hama, sedangkan pengendalian genetik dan budidaya melibatkan manipulasi genetik atau perubahan praktik pertanian untuk tujuan yang sama.

      Hapus
  8. Apa saja tantangan yang mungkin dihadapi dalam implementasi pengendalian hayati di lapangan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tantangan dalam implementasi pengendalian hayati di lapangan meliputi beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan efektivitasnya. Berikut adalah tantangan utama yang mungkin dihadapi:
      1. Adaptasi Lingkungan :Spesies musuh alami yang diperkenalkan mungkin tidak dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat, seperti iklim, suhu, kelembapan, atau ketersediaan makanan. Kondisi ini dapat membatasi efektivitas mereka dalam mengendalikan hama.
      2.Waktu yang Diperlukan untuk Hasil: Pengendalian hayati umumnya memerlukan waktu lebih lama untuk menunjukkan hasil dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia. Proses ini membutuhkan perkembangan populasi musuh alami hingga jumlah yang cukup untuk menekan populasi hama.
      3.Resistensi Hama: Dalam jangka panjang, hama sasaran dapat mengembangkan resistensi atau strategi pertahanan terhadap musuh alami, mengurangi efektivitas pengendalian hayati. Adaptasi hama ini mungkin memerlukan pendekatan pengendalian tambahan.

      Hapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  10. Apa dampak potensial dari kegagalan pengendalian hayati terhadap ekosistem lokal?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kegagalan pengendalian hayati dapat memiliki dampak serius terhadap ekosistem lokal, di antaranya:

      Ketidakseimbangan Ekosistem: Jika pengendalian hayati gagal, populasi hama bisa meningkat secara tidak terkendali, mengganggu keseimbangan alami antara predator, mangsa, dan spesies lain dalam ekosistem.

      Kepunahan Spesies Lokal: Agen pengendalian hayati yang tidak sesuai atau gagal mungkin menyerang spesies non-target, termasuk spesies lokal yang penting, yang dapat mengakibatkan penurunan atau kepunahan spesies tersebut.

      Ledakan Hama: Kegagalan dalam mengendalikan hama utama bisa memicu lonjakan populasi hama sekunder, yang sebelumnya terkontrol oleh interaksi alami dalam ekosistem.

      Kerusakan pada Rantai Makanan: Dampak negatif pada spesies yang terlibat dalam rantai makanan bisa menyebabkan ketidakseimbangan, yang memengaruhi populasi predator, herbivora, dan tumbuhan.

      Penurunan Keanekaragaman Hayati: Ekosistem yang tidak stabil akibat kegagalan pengendalian hayati dapat mengurangi keanekaragaman hayati, yang mengancam kesehatan dan kelangsungan ekosistem lokal.

      Kegagalan ini juga bisa memaksa penggunaan pestisida kimia yang lebih intensif, yang memperburuk dampak lingkungan

      Hapus
  11. Apa saja resiko pengendalian hayati?

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. Keberhasilan yang Tidak Konsisten Pengendalian hayati sering kali bergantung pada kondisi lingkungan yang spesifik. Keberhasilan agen hayati dalam mengendalikan hama bisa sangat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti cuaca, keberadaan hama, dan interaksi dengan organisme lain. Hal ini membuat hasilnya sulit diprediksi dan sering kali tidak cepat penggunaan pestisida

      2. Waktu Respons yang Lambat Agen hayati biasanya memerlukan waktu untuk berkembang biak dan menunjukkan efeknya. Ini berbeda dengan kimia tertentu yang dapat memberikan hasil instan. Dalam situasi di mana hama menyerang secara cepat, ketergantungan pada pengendalian hayati dapat menyebabkan kerugian yang signifikan bagi petani

      3. Pengaruh Terhadap Ekosistem Meskipun pengendalian hayati bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem, penggunaan spesies asing atau introduksi agen biologi baru dapat mengganggu ekosistem lokal. Agen tersebut bisa menjadi invasif dan mengancam spesies asli, menyebabkan dampak negatif yang lebih luas terhadap keanekaragaman hayati

      4. Keterbatasan dalam Pengendalian Hama Tertentu Tidak semua jenis hama dapat dikendalikan secara efektif menggunakan metode pengendalian hayati. Beberapa hama mungkin tidak memiliki predator alami yang cukup efektif, sehingga memerlukan pendekatan tambahan atau alternatif untuk pengendalian

      5.Keterampilan dan Pengetahuan Petani Implementasi pengendalian hayati memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus dari petani untuk memahami interaksi antara berbagai organisme dalam ekosistem pertanian. Tanpa pelatihan yang memadai, petani mungkin tidak dapat menerapkan metode ini dengan efektif, yang dapat mengurangi keberhasilan pengendalian hama
      6.Biaya Awal dan Investasi Meskipun agen hayati mungkin lebih murah dalam jangka panjang, biaya awal untuk penelitian, pengembangan, dan penerapan metode ini bisa tinggi. Ini bisa menjadi kendala bagi petani kecil yang memiliki sumber daya terbatas

      Hapus
  12. Resiko pengendalian hayati dapat dijelaskan sebagai berikut:
    Resiko Utama Pengendalian Hayati

    1. Keterbatasan Kelangsungan Hidup Agen Pengendali Hayati
    - Pengendalian hayati klasik sering bergantung pada ketersediaan hama sebagai sumber makanan bagi agen pengendali hayati. Hal ini berarti bahwa jika populasi hama turun drastis, maka kelangsungan hidup agen pengendali hayati juga akan terganggu.

    2. Efektivitas Relatif dan Waktu Yang Cukup Lama
    - Efektifitas pengendalian hayati umumnya memerlukan waktu yang cukup lama dan sifatnya relatif dalam kaitannya dengan ambang ekonomi yang harus ditetapkan terlebih dahulu. Hal ini berarti bahwa hasilnya mungkin tidak tampak segera dan memerlukan monitoran yang teliti.

    3. Dukungan Sumber Daya Besar
    - Pengembangan pengendalian hayati membutuhkan dukungan sumber daya yang cukup besar dalam hal tenaga ahli, fasilitas, dan infrastruktur. Kurangnya sumber daya ini dapat memperlambat proses pengembangan dan implementasi pengendalian hayati.

    BalasHapus