3.1.1. MATERI KULIAH
3.1.1.1. Membaca Materi Kuliah
Interaksi Predasi, Parasitasi, dan Herbivori
Interaksi predasi (predation) sebenarnya saling tumpang tindih dengan interaksi herbivori (hebivory) dan pemakan sisa (scavenger) dan juga dengan interaksi parasitasi (parasitism) (Gambar 3.1.1). Predasi merupakan proses interaksi hayati di mana satu organisme, yang disebut sebagai predator, memperoleh makanan sepenuhnya dengan cara membunuh organisme lain, yang disebut mangsa (prey). Herbivori merupakan interaksi hayati di mana satu jenis organisme memakan tumbuhan sebagai sumber makanannya, baik dengan akibat mematikan maupun tidak mematikan tumbuhan yang dimakan. Parasitasi merupakan interaksi hayati di mana satu organisme, disebut parasit (parasite), menggunakan organisme lain sebagai sumber makanannya tanpa membunuh secara langsung, meskipun pada akhirnya juga mematikan. Dalam hal membunuh, predasi sama dengan pemakan biji atau pemakan buah (frugivor, frugivore) yang merupakan herbivor tetapi membunuh biji dan buah beserta biji di dalamnya. Juga dalam kaitan dengan pemakan sisa, jenis predator tertentu juga memanfaatkan kesempatan memakan organisme lain yang telah dibunuh oleh predator lain, dikenal sebagai pemakan sisa karena kesempatan (opportunistic predator, lawannya intentional predaroe). Dalam kaitan dengan parasitasi, parasitasi oleh satu organisme, yang dikenal sebagai parasitoid, menggunakan organisme lain, yang disebut inang (host), untuk menyelesaikan fase tertentu dalam daur hidupnya, dan baik dengan cara membunuh langsung maupun membiarkan hidup sampaidapat menyelesaikan fase tertentudalam daur hidupnya. Karena kesamaan tersebut maka predasi, parasitasi, dan herbivori dibahas secara bersama dalam materi kuliah ini.
Gambar 3.1.1. Hubungan tumpang tindih antara interaksi predasi dengan interaksi parasitasi, herbivori, dan pemakan sisa. Sumber: Wikipedia (2023) |
Berdasarkan sudut pandang evolusi, interaksi predasi dan parasitasi dengan OPT sasarannya sebenarnya merupakan suatu kontinuum yang dibedakan berdasarkan: (1) pengaruh terhadap kemampuan reproduksi organisme yang dipredasi atau diparasitasi, (2) jumlah organisme yang dipredasi atau diparasitasi selama hidup, (3) pengaruh terhadap kemampuan organisme yang dipredasi atau diparasitasi menghasilkan keturunan, dan (4) pengaruh bergantung pada atau bebas dari intensitas predasi atau parasitasi (Gambar 3.1.2
Gambar 3.1.2. Kontinuum predasi-parasitasi menurut sudut pandang evolusi yang menempatkan parasitoid sebagai peralihan antara predator dan parasit. Klik untuk memperbesar. Sumber: Dimodifikasi dari Lafferty & Kuris (2002) |
Perburuan Optimal, Tanggapan Fungsional, dan Tanggapan Numerik
Untuk memahami bagaimana predator, parasitoid, dan pemakan gulma melakukan perburuan, dikembangkan teori perburuan optimal (optimal foraging theory, OFT), antara lain dalam bentuk model diet optimal (optimal diet model) untuk menjelaskan bagaimana predator memilih ukuran mangsa antara mangsa berukuran besar atau kecil dan memilih menjadi predator, parasitoid, atau pemakan gulma generalis atau spesiealis. Misalkan dalam kasus predasi terdapat dua mangsa: (1) mangsa 1 yang berukuran lebih besar dengan kandungan energi Ei dan waktu penanganan h1 dan (2) mangsa 2 yang berukuran kecil dengan kandungan energi E2 dan waktu penanganan h2. Jika waktu untuk mencari kedua mangsa adalah sama maka predator akan selalu memilih mangsa 1 dengan ukuran lebih besar sebab perolehan energi per satuan waktu penanganannya lebih besar: E1/h1 > E2/h2. Namun jika waktu untuk mencari kedua mangsa berbeda maka predator akan memilih mangsa 2 dengan ukuran lebih kecil jika E2/h2 > E1/(h1 + S1), di mana S1 adalah waktu untuk yang diperlukan untuk mencari mangsa mangsa 1. Persamaan terakhir dapat diubah ke dalam bentuk S1 > [(E1h2)/E2] – h1, untuk menentukan waktu S1 ambang yang memungkinkan predator memilih memangsa mangsa 1 atau mangsa 2. Predator dengan waktu S1 yang mendekati waktu S1 ambang dikategorikan sebagai predator generalis, sebaliknya predator dengan waktu S1 yang jeuh lebih kecil dari waktu S1 ambang dikenal sebagai predator spesialis. Mengingat model diet optimal berkaitan dengan waktu pencarian dan waktu pencarian bergantung pada padat populasi mangsa maka model diet optimal berkaitan dengan tanggapan fungsional (functional response).
Tanggapan fungsional merupakan perubahan jumlah OPT golongan hama yang dapat ditangani oleh seekor predator/parasitoid bila populasi hama meningkat. Pemodelan tanggapan fungsional dipublikasikan oleh Holling pada tahun 1959 berdasarkan penelitian yang menggunakan potongan kertas berbentuk piringan sebagai “mangsa”/“inang” yang ditangani oleh orang yang ditutup matanya sebagai “predator”/“parasitoid” sehingga model yang diperoleh disebut persamaan piringan Holling (Holling’s disk equation). Pemodelan tanggapan fungsional dilakukan dengan penalaran bahwa jika seluruh waktu hidup seekor predator/parasitoid dianggap satu satuan maka ditinjau dari segi predasi atau parasitasi, umur hidup satu individu predator/parasitoid dapat dipilahkan untuk digunakan untuk dua kegiatan:
- Waktu menunggu atau menjelajah (Ts) untuk mendapat atau mencari mangsa/predator.
- Waktu menangani (Th) untuk mengejar, menangkap, membunuh, menyuap, menelan, dst. mangsa oleh predator atau mengejar, menangkap, membunuh bila diperlukan, meletakkan telur, dst. inang oleh parasitoid.
Dalam mencari mangsa atau inang, predator/parasitoid menunggu atau menjelajah suatu wilayah yang dinamakan daerah temuan (area of discovery), a, yang didefinisikan sebagai a=a’Ts, di mana a’ menyatakan laju pencarian atau proporsi mangsa/inang yang ditemukan oleh predator/parasitoid per satuan waktu pencarian Ts. Jika hubungan antara jumlah mangsa/inang yang dapat ditangkap dan ditangani meningkat secara proporsional dengan padat populasi mangsa/inang maka:
Na=a’TsNt,
di mana Na menyatakan jumlah mangsa/inang yang dapat ditangap dan ditangani serta
Nt menyatakan padat populasi mangsa/inang, yang merupakan persamaan tanggapan fungsional tipe I dengan konsumsi mangsa/inang oleh predator/parasitoid yang terus meningkat secara linier seiring dengan meningkatnya populasi mangsa/inang. Persamaan tanggapan fungsional tipe I tidak menyertakan parameter Th yang berarti bahwa dalam tanggapan fungsional tipe I, waktu penanganan dapat diabaikan. Bagi banyak predator/parasitoid, terlebih-lebih parasitoid, waktu penangananan justru sangat membatasi waktu pencarian. Bila waktu pencarian dan penanganan adalah T maka didefinisikan T=Ts+ThNa atau Ts=T-ThNa. Dengan mensubstitusikan Ts=T-ThNa ke tanggapan fungsional tipe I akan diperoleh:
Na/Nt=a’Ts – a’ThNa,
di mana a’Ts sebagai intersep (ꞵ0) dan a’Th sebagai kemiringan kurva (ꞵ1), yang meripakan bentuk linier dari persamaan tanggapan fungsional tipe II, dengan konsumsi mangsa/inang oleh predator/parasitoid yang mula-mula meningkat tetapi kemudian laju peningkatannya menurun seiring dengan meningkatnya populasi mangsa/inang. Mengingat Ts diketahui maka a’ dapat dihitung dan nilai yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung nilai Th. Bentuk nonlinier persamaan tanggapan fungsional tipe II adalah: Na=a’TNt/(1 + a’ThNt). Jika a’ pada persamaan bentuk nonlinier dari tanggapan fungsional tipe II disubstitusi dengan a’=bNt/(1+cNt) maka diperoleh:
Na=bTNt**2/(1 + cNt + bThNt**2)
yang merupakan persamaan tanggapan fungsional tipe III dengan lonsumsi mangsa/inang yang mula-mula meningkat lambat pada padat populasi mangsa/inang yang rendah, kemudian meningkat dengan laju lebih tinggi seiring dengan semakin meningkatnya padat populasi mangsa/inang, tetapi kemudian meningkat dengan laju peningkatan yang semakin berkurang kembali pada padat populasi mangsa/inang yang tinggi.
Gambar 3.1.3. Tanggapan fungsional Tipe I (atas), Tipe II (tengah), dan Tipe III (bawah), Kiri: Jumlah mangsa yang dapat ditangkap oleh predator (sumbu y) seiring dengan meningkatnya populasi mansa (sumbu x), dan kanan: laju peningkatan jumlah mangsa yang dapat ditangkap oleh predator (sumbu y) seiring dengan meningkatnya padat populasi mangsa. Sumber: Sharov (1996) |
Tanggapan fungsional berkaitan dengan tanggapan numeris (numerical response), yaitu perubahan populassi predator/parasitoid seiring dengan perubahan padat populasi mangsa/inang, terdiri atas tanggapan demografik (demographic response) karena meningkatnya laju kelahiran dan tingkat sintasan dan tanggapan agregasional (aggregational response) karena masuknya individu predator/parasitoid dari luar. Tanggapan numeris dinyatakan sebagai persamaan:
dP/dt = acVP - mP
di mana P = padat populasi predator/parasitoid, V = padat populasi mangsa/inang, a = efisiensi konversi, yaitu bagian dari energi yang diperoleh dari mengkonsumsi mangsa/inang yang oleh predator/parasitoid diubah menjadi individu baru, c = laju penangkapan, dan m = mortalitas predator/parasitoid. Sebagaimana tampak pada persamaannya, tanggapan numeris merupakan perubahan padat populasi predator/parasitoid seiring dengan perubahan padat populasi mangsa/inang karena kelahiran maupun karena imigrasi dan seiring dengan kemation predator/parasitoid. Jika tanggapan fungsional dan tanggapan numeris dimasukkan ke dalam model interaksi predator-hama maka menghasilkan model dinamika populasi predator-hama dengan tanggapan fungsional dan tanggapan numerik:
Mangsa : dH/dt = rH*H[1 - (H/K)] - [(aHP)/(1 + aHTh)]Predator: dP/dt = rP*P[1 - (P/kH)]
dengan keterangan: H = padat populasi mangsa, P = padat populasi predator, rH=laju pertumbuhan intrinsik populasi mangsa, rP = laju pertumbuhan intrinsik populasi predator, a = laju pencarian oleh predator, Th = waktu penanganan mangsa oleh predator, dan K = daya dukung lingkungan bagi mangsa, dan k = daya dukung predator per individu mangsa. Untuk mempelajari lebih lanjut, silahkan unduh file dinamika populasi predator-mangsa dengan tanggapan fungsional dan tanggapan numerik dan kemudian lakukan latihan mandiri dengan mengubah nilai parameter: (1) menjadi rH = 0.2, K = 500, a = 0.1, Th = 0.5, rP = 0.1, dan k = 0.2 dan (2) menjadi rH = 0.2, K = 500, a = 0.3, Th = 0.5, rP = 0.1, dan k = 0.2.
Pengendalian Hayati Menggunakan Predator
Untuk mendapatkan mangsa, predator perlu mencari (search), menilai (assess), mendapatkan (pursue), dan menangani (handle) mangsanya, sebelum kemudian kembali mencari. Mangsa yang berpotensi sebagai mangsa tersebar dalam ruang secara acak (random) atau secara mengelompok (clumped), berukuran terlalu kecil atau terlelu besar, mudah menghindar atau sulit menghindar. Oleh karena itu, predator mencari, meilai, mendapatkan, dan menangani mangsa melalui suatu daur yang dikenal sebagai daur perburuan dasar (basic foraging cycle) (Gambar 3.1.4):
- Mencari: untuk menemukan mangsa, dengan strategi mulai dari duduk-dan-menunggu (sit-and-wait) untuk predator dengan kebutuhan energi terbatas dan mangsa bergerak dengan padat populasi tinggi sampai melakukan penjelajahan luas (wide foraging) untuk predator dengan kebutuhan energi tinggi dan mangsa menetap dengan padat populasi rendah, atau habungan antara keduanya terutama jika mangsa tersebar dalam ruang secara mengelompok, yang mengaruskan predator yang sedang melakukan penjelajahan untuk berhenti sejenak untuk memindai lokasi kelompok mangsa.
- Menilai: menentukan apakah perlu melakukan tindakan untuk mendapatkan atau mengabaikan dan melanjutkan pencarian mangsa lain, melibatkan pertimbangan untung rugi, dipengaruhi antara lain oleh ukuran mangsa, kecepatan mangsa menghindar, tanggapan mangsa atas kehadiran predator, dan keadaan lingkungan yang memungkinkan mangsa meloloskan diri. Jika memutuskan tidak melanjutkan ke upaya untuk mendapatkan maka predator melanjutkan pencarian.
- Mendapatkan: upaya yang dilakukan setelah melalui penilaian, berkisar dari upaya mendapatkan secara aktif dengan cara mengejar (predasi pengejaran, pursuit predation) dengan cara langsung mengejar sampai secara pasif dengan cara menunggu dan menyergap (ambush predation) dengan cara diam bersembunyi dan kemudian menyergap mangsa yang lewat, dengan variasi yang dikenal sebagai intersepsi balistik (balistik interception) dengan cara mengamati gerakan mangsa, menentukan arah gerakan mangsa, menentukan arah pengejaran, dan kemudian bergerak sesuai dengan arah yang telah ditentukan.
- Menangani: untuk memastikan mangsa aman untuk dimakan, misalnya mencari tempat agar tidak direbut oleh predator lain, memisahkan kulit dan tulang dengan cara membuka badan mangsa sebelum mulai memakan, sebelum memakan mangsa.
Selain daur perburuan dasar sebagaimana diuraikan di atas, yang oleh juga disebut the prey cycle-acquisition, terdapat modifikasi lain sebagaimana diuraikan oleh Kramer (2001)
Gambar 3.1.4. Daur perburuan dasar oleh predator. Sumber: Wikipedia (2023) diadaptasi dari Kramer (2001) |
Predator dapat mengembangkan strategi tertentu dalam melakukan perburuan, antara lain:
- Startegi berburu menyendiri (predator soliter, solitary predators) untuk melakukan perburuang secara sendirian (solitary hunting) atau berburu mengelompok (predator sosial, social predator) untuk melakukan perburuan dengan cara bekerja sama (cooperative hunting).
- Strategi berburu jenis mangsa tertentu (predator spesialis, specialis predators) atau berburu berbagai jenis mangsa (predator generalis, generalist predators)
Untuk menjadi predator, organisme megalami berbagai penyesuaian sebagai berikut:
- Adaptasi fisik: untuk mendeteksi, menangkap, membunuh, dan mencerna mangsa, mencakup kecepatan, kelincahan, ketersembunyian, ketajaman indra, kepemilikan cakar dan gigi tajam, kepemilikan rahang kuat, sistem pencernaan khusus, dan sebagainya.
- Adaptasi diet dan perilaku: untuk memilih mangsa jenis tertentu atau banyak jenis mangsa, memilih mangsa ukuran tertentu atau tanpa membedakan ukuran mangsa, memilih mangsa dalam fase pertumbuhan tertentu atau tanpa membedakan fase pertumbuhan mangsa.
- Kamuflase dan mimikri: yaitu penggunaan kombinasi bahan, warna, atau pencahayaan tertentu untuk penyembunyian diri, baik dengan membuat diri sulit dilihat atau dengan menyamarkan diri sebagai sesuatu yang lain (kamuflase, camouflage) atau kemampuan memiripkan dirri secara berevolusi antara suatu organisme dengan objek lain, sering kali dengan organisme dari spesies lain (mimikri, mimicry). Bentuk khusus dari mimikri, yaitu kemampuan predator, parasit, atau parasitoid berbagi sinyal serupa, menggunakan model tidak berbahaya, sehingga tidak dapat diidentifikasi dengan benar oleh mangsa atau inangnya, dikenal sebagai mimikri agresif (aggresive mimicry), sebaliknya kemampuan mimikri serupa yang dimiliki oleh mangsa disebut mimikri bertahan (defensive mimicry).
- Produksi bisa (venom): yaitu jenis racun yang dihasilkan oleh hewan yang dilepaskan secara aktif melalui luka gigitan, sengatan, atau tindakan serupa lainnya, disebut juga zootoxin.
- Produksi medan listrik: untuk mendeteksi, melacak, dan terkadang melumpuhkan mangsanya dengan menghasilkan medan listrik. Kemampuan untuk menerima aliran listrik disebut elektroresepsi (electroreception), sedangkan kemampuan untuk menghasilkan medan listrik disebut elektrogenesis (elektrogenesis), secara bersama-sama disebut eletroreception and eletrogenesis.
Sebaliknya, untuk menghadapi atau menghindari dari predator, mangsa mengembangkan adaptasi antipredator (antipredator adaptation) untuk:
- Mengindari deteksi mangsa (prey detection) oleh predator dengan cara tidak tampak, menyamar (kamuflase atau mimikri), atau dengan tampak berbeda dari mangsa sejenis
- Melindungi diri dari serangan dengan cara berperilaku mengejutkan (startling behavior, dematic behavior), memberi sinyal menakut-nakuti (pursuit-deterent signal), berpura-pura mati (apparent death), menghasilkan sesuatu untuk mengalihkan (distraction display), mimikri melindungi diri (mimikri Bates dan mimikri Muller), dan membentuk struktur perlindungan diri.
- Menyelamatkan diri dalam jumlah dengan cara: membentuk kelompok besar untuk menimbulkan pengaruh pengenceran (dilution effect), menempatkan diri di tengah kelompok (selfish herd), berkembang biak musiman dengan menghasilkan keturunan dalam jumlah besar untuk menimbulkan pengaruh predator kekenyangan (predation satiation), memberikan sinyal peringatan bahaya kepada kelompok (alarm signal), meningkatkan kewaspadaan (improved vigilance), dan menimbulkan kebingungan predator (predator confusion).
- Melawan dengan cara: menggunakan pertahanan kimiawi, melawan dengan mengeroyok (communal defense, mobbing behavior), melawan dengan mengeluarkan cairan perut yang berpengaruh negatif terhadap predator (regurgitation), dan bunuh diri dengan mengeluarkan cairan tubuh yang berpengaruh negatif terhadap predator untuk menyelamatkan kelompok (suicidal altruism, autothysis)
- Meloloskan diri dengan cara: melarikan diri dengan cara berlari lebih cepat, terbang lebih cepat, meluncurkan diri, menjatuhkan diri, berenang, berlari, melompat, menggali lubang, atau berguling, dan dengan cara melepaskan anggota tubuh (autotomy).
Gulma yang dimakan oleh pemakan gulma melalui interaksi herbivori mengembangkan mekanisme adaptasi tersendiri yang dikenal sebagai pertahanan tumbuhan melawan herbivory (plant defense against herbivory).
Predator terdiri atas berbagai kategori taksonomik organisme, tetapi kategori taksonomik organisme yang penting untuk pengendalian hayati adalah sebagai berikut:
- Laba-laba (Ordo Araneae), dalam famili Araneidae (laba-laba bulat), Linyphiidae (laba-laba kerdil), Lycosidae (laba-laba srigala), Oxyopidae (laba-laba pemburu bermata tajam), Salticidae (laba-laba pemburu pelompat), Tertragnatidae (laba-laba berahang panjang), dan Thomisidae (laba-laba kepiting), silahkan kunjungi: Spiders of Australia,
- Serangga: (1) Ordo Coleoptera, dalam famili Coccinellidae (kumbang kubah)(Gambar 3.1.5a dan 3.1.5b), Cicindelidae (kumbang macan), Staphylinidae (kumbang kalajengking, tomcat), Lampyridae (kunang-kunang), Cantharidae (kumbang tentara), Carabidae (kumbang tanah), (2) Ordo Dermaptera, dalam famili: Forficulidae (cecopet ekor duri), Labiduridae (cecopet bergaris), Labiidae (cecopet kecil), (3) Ordo Diptera, dalam famili: Syrphidae (lalat bunga), Asilidae (lalat buas), dan Dolichopodidae (lalat kaki panjang), (4) Ordo Hemiptera, dalam famili: Nabidae (damsel bug), Anthocoridae (kepik perompak), Reduviidae (kepik berleher), Subfamili Phymatinae (kepik penyergap), Lygaeidae (kepik biji), Pentatomidae (kepik perisai, kepik bau busuk), (5) Ordo Hymenoptera, dalam famili: Vespidae (tawon kertas), Sphecidae (tawon penggali, tawon pinggang ramping), (6) Ordo Mantodea, dalam famili: Mantidae (belalang sembah), (7) Ordo Neuroptera, dalam famili: Myrmeliontidae (undur-undur), Hemerobiidae (sayap-jala coklat), Mantispidae (sayap-jala belalang), Coniopterygidae (sayap-jala kotor), dan Chrysopidae (sayap-jala hijau), (8) Ordo Orthoptera, dalam famili: Gryllidae (jengkrik) dalam sub-famili Oecanthinae (jengkrik pohon), (9) Ordo Thysanoptera, dalam famili: Aelothripidae dan Phlaeothripidae
- Tungau (Ordo Acarina), dalam famili: Phytiseiidae dan Stigmaeidae
Untuk memperoleh informasi mengenai jenis-jenis organisme dalam setiap famili/sub-famili, silahkan mengunjungi: Principal Families of Insects With Emphasis on Parasitoids, Predators & Their Hosts dari UC Riverside, Natural Enemies Gallery: Predators dari UC IPM Statewide Integrated Pest Management Program, dan Habitat of Natural Enemies Index: Agriculture and Home Garden (Predators), Forests (Predator), Rangeland (Predators), dan Managed Landscapes (Predators) dari Cornel University College of Agriculture and Biological Sciences Biological Control: A Guide to Natural Enemies in North America.
Gambar 3.1.5a. Kumbang kubah berbintik tujuh Coccinella septempunctata sedang memangsa kutu daun. Sumber: North American Insects & Spoders |
Gambar 3.1.5b. Kumbang kubah Curinus coreuleus sedang mencari kutu loncat lamtoro Heteropsylla cubana pada daun muda lamtoro. Sumber: The Lost Ladybug Project |
Pengenddalian Hayati Menggunakan Parasitoid
Parasitasi oleh parasitoid sebenarnya merupakan kategori parasitasi yang khusus, yaitu parasitasi terhadap inang tunggl yang menyebabkan inang tidak mampu berkembang biak dan menghasilkan keturunan yang dalam prosesnya dilakukan dengan menghentikan kemampuan inang untuk tumbuh atau mempertahankan kemampuan inang untuk tumbuh sampai parasitoid menyelesaikan pertumbuhan fase parasitiknya. Parasitoid yang menghentikan kemampuan inang untuk tumbuh dikenal idiobion (idiobiont), sedangkan parasitoid yang tidak menghentikan kemampuan inang untuk terus tumbuh sampai menyelesaikan fase parasitiknya dikenal sebagai koinobion (koinobiont).
Parasitoid dan inangnya merupakan mahluk hidup dalam kelompok takson kelas yang sama (khususnya serangga), sedangkan parasit dan inangnya tergolong dalam kelompok yang berbeda. Parasitoid memparasit inangnya selama fase tertentu dalam daur hidupnya dan tidak menunjukkan fenomena heteroesisme (heteroecism), sedangkan parasit memarasit selama beberapa fase dalam daur hidupnya atau bahkan selama hidupnya dan beberapa di antaranya menunjukkan fenomena heteroesisme. Heteroesisme merupakan fenomena di mana setiap fase pertumbuhan parasit memerlukan spesies inang yang berbeda. Parasitoid memencar secara aktif, sedangkan parasit umumnya memencar secara pasif dengan mengikuti pemencaran inang. Istilah lain yang digunakan, selain parasitoid, adalah organisme protelean.
Fase pertumbuhan parasitoid yang hidup sebagai parasit adalah fase larva, sedangkan fase dewasa hidup bebas. Sebagai parasit, larva parasitod dapat hidup di luar tubuh inangnya (disebut ectoparasitoid) arau di dalam tubuh inangnya (disebut endoparasitoid). Bila inang yang diparasit adalah fase telur disebut parasitoid telur (egg parasitoid), bila fase larva disebut parasitoid larva (larva parasitoid), bila fase pupa disebut parasitoid pupa (pupa parasitoid), dan bila fase dewasa disebut parasitoid imago (imago parasitoid). Bila parasitoid dapat memarasit inang dalam beberapa fase pertumbuhan maka disebut parasitoid kombinasi (combined parasitoid). Parasitoid dapat memarasit sendirian pada satu individu inang (disebut parasitoid soliter, solitary parasitoid) atau banyak individu pada satu individu inang (disebut parasitoid gregarius, gregarious parasitoid).
Bila parasitoid meletakkan telur pada inang tanpa menunggu ada parasitoid lain meletakkan telur terlebih dahulu maka parasitoid tersebut dinamakan parasitoid primer (primary parasitoid). Bila telur parasitoid baru menetas setelah parasitoid lain meletakkan telur pada inang yang sama maka disebut parasitoid sekunder (secondary parasitoid). Fenomena di mana satu individu inang yang sudah diparasit masih dapat diparasit oleh individu parasitoid lain disebut parasitisme berganda (multiple parasisism). Parasitisme berganda yang terjadi bila satu individu inang diparasit oleh spesies parasitoid yang berbeda disebut kleptoparasitisme (kleptoparasitism). Hiperparasitisme (hyperparasitism) merupakan fenomena di mana individu parasitoid memparasit individu parasitoid lain. Hiperparasitisme terjadi secara langsung (parasitoid memparasit parasitoid lain dalam keadaan sedang memparasit maupun sedang hidup bebas) maupun secara tidak langsung (dua parasitoid meletakkan telur pada inang, telur parasioid yang menetas kemudian memparasit parasitoid dari telur yang menetas terlebih dahulu). Hiperparasitoid yang memarasit parasitoid dalam fase sebagai parasitoid maupun hidup bebas disebut hiperparasitoid fakultatif, bila hanya memarasit pada fase sebagai parasitoid sisebut hiperparasitoid obligat. Hiperparasitisme terjadi pada satu spesies parasitoid yang sama disebut autoparasitisme (autoparasitism, biasanya jantan memarasit betina).
Organisme yang tergolong sebagai musuh alami golongan parasitoid merupakan organisme golongan serangga, terdiri atas ordo sebagai berikut:
Fase pertumbuhan parasitoid yang hidup sebagai parasit adalah fase larva, sedangkan fase dewasa hidup bebas. Sebagai parasit, larva parasitod dapat hidup di luar tubuh inangnya (disebut ectoparasitoid) arau di dalam tubuh inangnya (disebut endoparasitoid). Bila inang yang diparasit adalah fase telur disebut parasitoid telur (egg parasitoid), bila fase larva disebut parasitoid larva (larva parasitoid), bila fase pupa disebut parasitoid pupa (pupa parasitoid), dan bila fase dewasa disebut parasitoid imago (imago parasitoid). Bila parasitoid dapat memarasit inang dalam beberapa fase pertumbuhan maka disebut parasitoid kombinasi (combined parasitoid). Parasitoid dapat memarasit sendirian pada satu individu inang (disebut parasitoid soliter, solitary parasitoid) atau banyak individu pada satu individu inang (disebut parasitoid gregarius, gregarious parasitoid).
Bila parasitoid meletakkan telur pada inang tanpa menunggu ada parasitoid lain meletakkan telur terlebih dahulu maka parasitoid tersebut dinamakan parasitoid primer (primary parasitoid). Bila telur parasitoid baru menetas setelah parasitoid lain meletakkan telur pada inang yang sama maka disebut parasitoid sekunder (secondary parasitoid). Fenomena di mana satu individu inang yang sudah diparasit masih dapat diparasit oleh individu parasitoid lain disebut parasitisme berganda (multiple parasisism). Parasitisme berganda yang terjadi bila satu individu inang diparasit oleh spesies parasitoid yang berbeda disebut kleptoparasitisme (kleptoparasitism). Hiperparasitisme (hyperparasitism) merupakan fenomena di mana individu parasitoid memparasit individu parasitoid lain. Hiperparasitisme terjadi secara langsung (parasitoid memparasit parasitoid lain dalam keadaan sedang memparasit maupun sedang hidup bebas) maupun secara tidak langsung (dua parasitoid meletakkan telur pada inang, telur parasioid yang menetas kemudian memparasit parasitoid dari telur yang menetas terlebih dahulu). Hiperparasitoid yang memarasit parasitoid dalam fase sebagai parasitoid maupun hidup bebas disebut hiperparasitoid fakultatif, bila hanya memarasit pada fase sebagai parasitoid sisebut hiperparasitoid obligat. Hiperparasitisme terjadi pada satu spesies parasitoid yang sama disebut autoparasitisme (autoparasitism, biasanya jantan memarasit betina).
Organisme yang tergolong sebagai musuh alami golongan parasitoid merupakan organisme golongan serangga, terdiri atas ordo sebagai berikut:
- Ordo Hymenoptera, dalam sub-ordo Apocrita kelompok Parasitica: [1] Superfamili Chalcidoidea mencakup famili: (1) Agaonidae (fig wasps), (2) Aphelinidae, (3) Chalcididae (chalcid wasps), (4) Encyrtidae, (5) Eucharitidae, (6) Eulophidae, (7) Eupelmidae, (8) Eurytomidae (seed chalcids), (9) Leucospidae, (10) Mymaridae (fairyflies), serangga berukuran terkecil, (11) Ormyridae, (12) Perilampidae, (13) Pteromalidae, (14) Rotoitidae, (15) Signiphoridae, (16) Tanaostigmatidae, (17) Tetracampidae, (18) Torymidae, dan (19) Trichogrammatidae, [2] Superfamili Ichneumonoidea mencakup famili: (1) Braconidae (Gambar 3.1.6) dan (2) Ichneumonidae (ichneumon wasps), [3] Superfamili Platygastroidea mencakup famili: (1) Platygastridae dan (2) Scelionidae, [4] Superfamili Proctotrupoidea mencakup famili: (1) Austroniidae, (2) Diapriidae, (3) Heloridae, (4) Maamingidae, (5) Monomachidae, (6) Pelecinidae, (7) Peradeniidae, (8) Proctorenyxidae, (9) Proctotrupidae, (10) Roproniidae, dan (11) Vanhorniidae, sub-ordo Apocrita kelompok Non-Parasitica: [1] Superfamily Chrysidoidea mencakup famili: (1) Chrysididae, (2) Dryinidae (parasitoid pada Hymenoptera lain), (3) Embolemidae (parasitoid pada Hymenoptera lain), (4) Plumariidae, (5) Sclerogibbidae (ektoparasitoid), dan (6) Scolebythidae), dan [2] Superfamili Vespoidea mencakup famili: (1) Pompilidae, spider wasps, (2) Rhopalosomatidae, rhopalosomatid wasps, (3) Sapygidae, sapygid wasps, (4) Sierolomorphidae, sierolomorphid wasps, (5) Tiphiidae, tiphiid wasps, dan (6) Vespidae, paper wasps and relatives, dalam Subordo Symphyta: [1] Superfamili Orussoidea, mencakup famili: (1) Orussidae (parasitic wood wasps)
- Ordo Diptera: [A] Seluruh atau sebagian besar anggotanya merupakan parasitoid: Suborder Brachycera, Infraorder Asilomorpha: [1] superfamili Asiloidea, mencakup famili: Bombyliidae dan [2] Superfamili: Nemestrinoidea, mencakup famili: Nemestrinidae, Suborder Brachycera Infraorder Muscomorpha: [1] Superfamily Syrphoidea, mencakup famili: Pipunculidae, [2] Superfamili Tephritoidea, mencakup famili: Pyrgotidae, [3] Superfamily Conopoidea, mencakup famili: Conopidae, [4] Superfamily Oestroidea, mencakup famili: (1) Tachinidae dan (2) Cryptochaetidae, [B] Sebagian kecil anggotanya merupakan parasitoid, selebihnya sebagian besar merupakan predator, Suborder Brachycera, Infraoder Asilomorpha: Superfamily Nemestrinoidea, mencakup famili: (1) Acroceridae, (2) Sciomyzidae, (3) Dryomyzidae, dan (4) Rhinophoridae, [C] Sebagian kecil anggotanya merupakan parasitoid, selebihnya juga bukan merupakan predator, mencakup famili: (1) Cecidomyiidae, (2) Phoridae, (3) Sarcophagidae, (3) Calliphoridae, dan (4) Chloropidae, dan [D] Famili yang sangat jarang dan mempunyai anggota sebagai parasitoid, mencakup famili: Mycetophilidae, beberapa spesies pada planarians, (2) Asilidae, berapa spesies pada larva kumbang scarab, (3) Empididae, beberapa spesies pada pupa Trichoptera, (4) Phaeomyiidae, parasitoid pada kaki seribu, dan (5) Muscidae, parasitoid pada kaki seribu
- Ordo Strepsiptera, [1] sub-ordo Stylopidia, mencakup famili: (1) Bahiaxenidae dan (2) Mengenillidae, dan [2] sub-ordo Mengenillidia, mencakup famili: (1) Stylopidae, (2) Bohartillidae, (3) Corioxenidae, (4) Halictophagidae, (5) Callipharixenidae, (6) Elenchidae, dan (7) Myrmecolacidae
- Ordo Coleoptera, mencakup famili: (1) Ripiphoridae, (2) Rhipiceridae, dan (3) Staphylinidae (rove beetles of the genus Aleochara)
Gambar 3.1.6. Ulat bertanduk (Manduca sexta) diparasit oleh tawon parasitoid genus Cotesia (Ordo: Hymenoptera, Famili: Braconidae, Subfamili: Microgastrinae), foto menunjukkan pupa yang berkembang di luar badan larva. Sumber: Entomoly at the University of Kentucky |
Pengendalian Hayati Menggunakan Pemakan Gulma
Sebagian besar gulma yang berhasil dikendalikan dengan pengendalian hayati merupakan spesies introduksi. Hanya empat spesies tumbuhan lokal yang berhasil dikendalikan dengan pengendalian hayati, yaitu Opuntia dillenii (Cactaceae) di pulau Nevis di the India Barat, O. littoralis dan O. oricola di pulau Santa Cruz di California bagian Selatan, dan O. triacantha di Kepulauan Antigua, Monserrat dan Nevis di India Barat. Keempat spesies gulma tersebut merupakan kaktus berduri (subgenus Platyopuntia). Pengendalian hayati kaktus yang sangat berhasil merupakan pengendalian hayati terhadap spesies kaktus introduksi di berbagai negara dengan menggunakan agen hayati Cactoblastis cactorum Berg (Lepidoptera: Pyralidae).Ordo serangga dengan spesies yang paling banyak digunakan adalah berturut-turut dari yang paling banyak: Coleoptera (69 spesies), Lepidoptera (60 spesies), Diptera (20 spesies), dan Hemiptera, sedangkan selebihnya dengan jumlah spesies yang sedikit adalah Orthroptera, Thysanoptera and Hymenoptera. Dari seluruh spesies Coleoptera, Lepidoptera, Diptera, dan Hemiptera yang digunakan, berturut-turut 65%, 55%, 70% dan 66% berhasil menjadi mapan dan berturut-turut 29%, 20%, 19% dan 44% berhasil mengendalikan gulma secara efektif. Sepuluh famili serangga yang mempunyai paling banyak spesies dilepaskan sebagai agen pengendali hayati gulma adalah Chrysomelidae (kumbang daun), Curculionidae (kumbang bubuk), Pyralidae (ngengat rumput), Dactylopiidae, Tingidae, Tephritidae, Cerambycidae, Noctuidae, Apionidae, Agromyzidae, Gelechiidae, dan Tortricidae.
Di antara spesies fitopatogen yang telah digunakan untuk mengendalikan gulma, dua di antaranya diintroduksi secara tidak sengaja sedangkan dua spesies lainnya, keduanya jamur karat, menjadi contoh penggunaan ftopatogen yang berhasil untuk pengendalian gulma. Puccinia chondrillina menunjukkan spesifitas inang yang tinggi dalam mengendalikan rush skeletonweed di Australia. Phragmidium violaceum yang diintroduksi ke Cili dari Jerman berhasil mengendalikan weedy blackberries (Rubus constrictus dan R. ulmifolius (Rosaceae)). Cercosporella sp. yang diintroduksi ke Hawaii dari Mexico berhasil mengendalikan gulma Hamakua pamakani dan Aegeratina riparia (Asteraceae). Collectotrichum gloeosporioides f.sp. aeschynomene, yang dijual dengan nama perdagangan Collego, berhasil digunakan untuk mengendalikan Aeschynomene virginica pada pertanaman padi di Arkansas. Phytophthora citrophthora yang dijual dengan nama perdagangan Devine digunakan untuk mengendalikan milkweed vine (Morrenia odorate) pada pertanaman jeruk di Florida.
Spesies tungau yang berhasil digunakan untuk mengendalikan gulma adalah Tetranychus opuntiae untuk mengendalikan kaktus berduri di Australia dan Eriophyes chondrillae. Nematoda yang berhasil digunakan untuk mengendalikan gulma adalah Paranguina picridis yang diintroduksi untuk mengendalikan russian knapweed (Centaurea repens (Asteraceae)) di Canada. Nematoda lain yang sedang dicobakan untuk mengendalikan gulma adalah Nothanguina phyllobia untuk mengendalikan silverleaf nightshade (Solanum elaeagnifolium (Solanaceae)) di Texas, Australia, dan Afrika Selatan. Ikan dan duyung merupakan vertebrata yang digunakan dalam pengendalian hayati gulma, tetapi memberikan hasil yang kurang meyakinkan. Genus ikan yang menunjukkan potensi yang cukup baik adalah Tilapia and Sarotherodon dan yang memberikan hasil yang kurang konsisten adalah Ctenopharyngodon idella (Pisces: Cyprinidae).
Sampai sejauh ini, pengendalian hayati gulma terutama telah dilakukan terhadap spesies gulma penting di negara-negara maju. Pengendalian hayati terhadap spesies gulma penting di negara-negara berkembang pada umumnya belum mendapat perhatian, kecuali bila gulma yang bersangkutan juga merupakan gulma penting di negara-negara maju. Mungkin yang merupakan perkecualian dalam hal ini adalah Chromolaena odorata, yang bukan merupakan gulma penting di negara-negara maju tetapi mendapat perhatian dalam pengembangan pengendalian hayati. Namun dalam hal ini, pengembangan pengendalian gulma ini tidak terlepas dari ancaman yang ditimbulkannya terhadap padang penggembalaan di Australia dan di negara-negara maju kawasan tropik lainnya. Pengendalian hayati gulma ini dilakukan dengan menggunakan agen hayati: Actinote thalia pyrrha (Fabr.) dan Actinote anteas (Doubleday & Hewitson) (Lepidoptera: Nymphalidae), Acalitus adoratus Keifer (Acari: Eriophyidae), Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae) (Gambar 3.1.7), Calycomyza eupatorivora Spencer (Diptera: Agromyzidae), Pareuchaetes pseudoinsulata Rego Barros (Lepidoptera: Arctiidae), dan Pareuchaetes insulata (Walker) (Lepidoptera: Arctiidae)
Di antara spesies fitopatogen yang telah digunakan untuk mengendalikan gulma, dua di antaranya diintroduksi secara tidak sengaja sedangkan dua spesies lainnya, keduanya jamur karat, menjadi contoh penggunaan ftopatogen yang berhasil untuk pengendalian gulma. Puccinia chondrillina menunjukkan spesifitas inang yang tinggi dalam mengendalikan rush skeletonweed di Australia. Phragmidium violaceum yang diintroduksi ke Cili dari Jerman berhasil mengendalikan weedy blackberries (Rubus constrictus dan R. ulmifolius (Rosaceae)). Cercosporella sp. yang diintroduksi ke Hawaii dari Mexico berhasil mengendalikan gulma Hamakua pamakani dan Aegeratina riparia (Asteraceae). Collectotrichum gloeosporioides f.sp. aeschynomene, yang dijual dengan nama perdagangan Collego, berhasil digunakan untuk mengendalikan Aeschynomene virginica pada pertanaman padi di Arkansas. Phytophthora citrophthora yang dijual dengan nama perdagangan Devine digunakan untuk mengendalikan milkweed vine (Morrenia odorate) pada pertanaman jeruk di Florida.
Spesies tungau yang berhasil digunakan untuk mengendalikan gulma adalah Tetranychus opuntiae untuk mengendalikan kaktus berduri di Australia dan Eriophyes chondrillae. Nematoda yang berhasil digunakan untuk mengendalikan gulma adalah Paranguina picridis yang diintroduksi untuk mengendalikan russian knapweed (Centaurea repens (Asteraceae)) di Canada. Nematoda lain yang sedang dicobakan untuk mengendalikan gulma adalah Nothanguina phyllobia untuk mengendalikan silverleaf nightshade (Solanum elaeagnifolium (Solanaceae)) di Texas, Australia, dan Afrika Selatan. Ikan dan duyung merupakan vertebrata yang digunakan dalam pengendalian hayati gulma, tetapi memberikan hasil yang kurang meyakinkan. Genus ikan yang menunjukkan potensi yang cukup baik adalah Tilapia and Sarotherodon dan yang memberikan hasil yang kurang konsisten adalah Ctenopharyngodon idella (Pisces: Cyprinidae).
Sampai sejauh ini, pengendalian hayati gulma terutama telah dilakukan terhadap spesies gulma penting di negara-negara maju. Pengendalian hayati terhadap spesies gulma penting di negara-negara berkembang pada umumnya belum mendapat perhatian, kecuali bila gulma yang bersangkutan juga merupakan gulma penting di negara-negara maju. Mungkin yang merupakan perkecualian dalam hal ini adalah Chromolaena odorata, yang bukan merupakan gulma penting di negara-negara maju tetapi mendapat perhatian dalam pengembangan pengendalian hayati. Namun dalam hal ini, pengembangan pengendalian gulma ini tidak terlepas dari ancaman yang ditimbulkannya terhadap padang penggembalaan di Australia dan di negara-negara maju kawasan tropik lainnya. Pengendalian hayati gulma ini dilakukan dengan menggunakan agen hayati: Actinote thalia pyrrha (Fabr.) dan Actinote anteas (Doubleday & Hewitson) (Lepidoptera: Nymphalidae), Acalitus adoratus Keifer (Acari: Eriophyidae), Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae) (Gambar 3.1.7), Calycomyza eupatorivora Spencer (Diptera: Agromyzidae), Pareuchaetes pseudoinsulata Rego Barros (Lepidoptera: Arctiidae), dan Pareuchaetes insulata (Walker) (Lepidoptera: Arctiidae)
Gambar 3.1.7. Lalat puru Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae) untuk mengendalikan gulma Chromolaena odorata, A: Lalat puru dewasa B: Lalat puru dewasa jantan, C: Lala puru dewasa betina, D: Puru yang dibentuk lalat puru Procecidochares connexa bada batang muda Chromalena odorata, E: Lubang keluar berjendela, F: larva (kiri) dan pupa (kanan); G. Larva Procecidochares connexa dalam puru, H: Pupa Procecidochares connexa dalam puru. Sumber: Dari berbagai sumber |
Gulma lain yang penting di negara-negara berkembang dan mendapatkan perhatian pengembangan pengendalian hayati di negara-negara maju adalah Lantana camara. Berbagai spesies agen hayati pernah dicoba untuk mengendalikan Lantana camara, di antaranya: Octotoma scabripennis Guérin-Méneville (Coleoptera: Chrysomelidae), Ophiomyia lantanae (Froggatt) (Diptera: Agromyzidae), Teleonemia scrupulosa Stål. (Hemiptera: Tingidae), dan Uroplata girardi Pic (Coleoptera: Chrysomelidae). Lantana camara juga dikendalikan dengan menggunakan agen hayati golongan jamur Ceratobasidium lantanae-camarae, Prospodium tuberculatum, dan Puccinia lantanae. Di Timor Barat gulma ini pernah merupakan gulma yang sangat dominan, tetapi kini telah digantikan oleh Chromolaena odorata. Kepik Teleonemia scrupulosa ditemukan sebagai satu di antara musuh alami di wilayah tersebut, tetapi menurunnya dominansi gulma ini diduga juga terjadi karena kalah bersaing dengan C. odorata.
Spesies gulma penting di negara-negara berkembang pada umumnya belum mendapat perhatian dalam pengembangan pengendalian hayati, meskipun diketahui mempunyai potensi pengembangan. Spesies gulma penting Asia Tenggara yang mempunyai prospek dan perlu diprioritaskan untuk pengembangan pengendalian hayati adalah: Ageratum conyzoides, Amaranthus spinosus, Bidens pilosa, Commelina benghalensis, Echinochloa crus-galli, Eichhornia crassipes, Eleusine indica, Euphorbia heterophylla, Euphorbia hirta, Fimbristylis miliacea, Marsilea minuta, Melastoma malabathricum, Mikania micrantha, Mimosa invisa, Mimosa pigra, Mimosa pudica, Monochoria vaginalis, Nephrolepis biserrata, Panicurn repens, Paspalum conjugatum, Passiflora foetida. Penniseturn polystachion, Pistia stratiotes. Portulaca oleracea, Rottboellia cochinchinensis, dan Sphenoclea zeylanica. Silahkan baca buku Weed Biological Control: Prospects for Southeast Asia untuk mengetahui berbagai kategori dan spesies musuh alami yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen hayati gulma tersebut di atas.
3.1.2.1. Mendiskusikan dengan Cara Membagikan Blog dan Materi Kuliah
3.1.2.2. Mendiskusikan dengan Cara Menyampaikan dan Menanggapi Komentar
Setelah membaca materi kuliah, silahkan buat minimal satu pertanyaan dan atau komentar mengenai materi kuliah. Buat pertanyaan secara langsung tanpa perlu didahului dengan selamat pagi, selamat siang, dsb., sebab belum tentu akan dibaca pada jam sesuai dengan ucapan selamat yang diberikan. Ketik pertanyaan atau komentar secara singkat tetapi jelas, misalnya "Mohon menjelaskan apa manfaat mempelajari statistika terapan". Pertanyaan dan/atau komentar diharapkan ditanggapi oleh mahasiswa lainnya dan setiap mahasiswa wajib menanggapi minimal satu pertanyaan dan/atau komentar yang disampaikan oleh mahasiswa lainnya. Pertanyaan dan/atau komentar maupun tanggapannya disampaikan paling lambat pada Minggu, 13 Oktober 2024 pukul 24.00 WITA dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.
3.1.2.3. Mengerjakan Tugas/Projek Kuliah
Silahkan lanjutkan mengerjakan tugas projek kuliah 3.1 dengan melakukan pengamatan sebagai berikut:
Spesies gulma penting di negara-negara berkembang pada umumnya belum mendapat perhatian dalam pengembangan pengendalian hayati, meskipun diketahui mempunyai potensi pengembangan. Spesies gulma penting Asia Tenggara yang mempunyai prospek dan perlu diprioritaskan untuk pengembangan pengendalian hayati adalah: Ageratum conyzoides, Amaranthus spinosus, Bidens pilosa, Commelina benghalensis, Echinochloa crus-galli, Eichhornia crassipes, Eleusine indica, Euphorbia heterophylla, Euphorbia hirta, Fimbristylis miliacea, Marsilea minuta, Melastoma malabathricum, Mikania micrantha, Mimosa invisa, Mimosa pigra, Mimosa pudica, Monochoria vaginalis, Nephrolepis biserrata, Panicurn repens, Paspalum conjugatum, Passiflora foetida. Penniseturn polystachion, Pistia stratiotes. Portulaca oleracea, Rottboellia cochinchinensis, dan Sphenoclea zeylanica. Silahkan baca buku Weed Biological Control: Prospects for Southeast Asia untuk mengetahui berbagai kategori dan spesies musuh alami yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen hayati gulma tersebut di atas.
3.1.1.2. Membaca Pustaka
Materi kuliah yang Anda baca ini hanyalah semacam panduan mengenai bagaimana seharusnya Anda mempelajari materi kuliah ini. Untuk mempelajari materi kuliah ini lebih lanjut, Anda perlu membaca pustaka sebagai berikut:
Buku Teks:
- Hajek, A.E. (2004) Natural Enemies: An Introduction to Biological Control. Cambridge University Press
- Jervis, M.A. (ed.) (2005) Insects as Natural Enemies: A Practical Perspective. Springer
- Sithanantham, S. et al (eds,) (2013) Biological Control of Insect Pests Using Egg Parasitoids. Springer India
- van Driesche, R, Hoddle, M, & Center, T. (2008). Control of Pests and Weeds by Natural Enemies.
- Vantornhout, I. (2006) Biology and ecology of the predatory mite Iphiseius degenerans (Berlese) (Acari: Phytoseiidae). PhD Thesis, Ghent University, Belgium
Websites:
- Untuk mempelajari pengendalian hayati terhadap golongan OPT tertentu, silahkan kunjungi: Biological Control of Coccidae, Biological Control of Noxious Plants & Weeds, Biological Control of and by Acarina, Biological Control of Plant Pathogens, Biological Control of Tephritidae, Biological Control of and Implementing Vertebrates dari Biological Pest Control Databse UC Riverside.
- Untuk mempelajari pengendalian hayati pada tanaman tertentu, silahkan kunjungi: Biological Control in Deciduous Orchards, Biological Control in Tropical & Subtropical Orchards, Biological Control in Forests, Biological Control in Glasshouses, Biological Control of Arthropods in Grapes, Biological Control of Arthropods in Range, Forage & Grain Crops, Biological Control of Arthropods in Row & Short-term Crops, Biological Control in Cities & Towns dari Biological Pest Control Databse UC Riverside.
- Untuk mempelajari pengendalian hayati menggunakan strtategi tertentu, silahkan kunjungi: Pesticide Resistance in Beneficial Organisms, Natural Enemies in Integrated Control, Enhancing Natural Enemy Impact, Augmentive & Inundative Strategies With Natural Enemies, Biological Control Using Pathogens dari Biological Pest Control Databse UC Riverside.
- Untuk mempelajari cara mengidentifikasi musuh alami, silahkan kunjungi: Taxonomy of Natural Enemies & Keys to Principal Families, Morphology of Insects (for Natural Enemy Identification) dari Biological Pest Control Databse UC Riverside.
- Functional and Numerical Response dan Predator-Prey Model with Functional and Numerical Responses dari Quantitative Population Ecology oleh Alexei Sharov.
Silahkan mengklik halaman Pustaka Kuliah untuk mengakses dan mengunduh buku teks, mengakses perpustakaan daring dan mengunduh buku teks gratis, mengakses websites, dan mengakses artikel jurnal ilmiah.
3.1.2. TUGAS/PROJEK KULIAH
Setelah membaca materi kuliah, silahkan bagikan materi kuliah melalui media sosial yang dimiliki disertai dengan mencantumkan status tertentu, misalnya "Saya sekarang baru tahu ternyata statistika terapan itu menyenangkan ... dst." Untuk membagikan lauar klik tombol Beranda dan kemudian klik tombol pembagian memalui media sosial dengan mengklik tombol media sosial yang tertera di sebelah kanan judul materi kuliah. Jika media sosial yang dimiliki tidak tersedia dalam ikon yang ditampilkan, klik ikon paling kanan untuk membuka ikon media sosial lainnya. Materi kuliah dibagikan paling lambat pada Minggu, 13 Oktober 2024 pukul 24.00 WITA dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.
Setelah membaca materi kuliah, silahkan buat minimal satu pertanyaan dan atau komentar mengenai materi kuliah. Buat pertanyaan secara langsung tanpa perlu didahului dengan selamat pagi, selamat siang, dsb., sebab belum tentu akan dibaca pada jam sesuai dengan ucapan selamat yang diberikan. Ketik pertanyaan atau komentar secara singkat tetapi jelas, misalnya "Mohon menjelaskan apa manfaat mempelajari statistika terapan". Pertanyaan dan/atau komentar diharapkan ditanggapi oleh mahasiswa lainnya dan setiap mahasiswa wajib menanggapi minimal satu pertanyaan dan/atau komentar yang disampaikan oleh mahasiswa lainnya. Pertanyaan dan/atau komentar maupun tanggapannya disampaikan paling lambat pada Minggu, 13 Oktober 2024 pukul 24.00 WITA dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.
3.1.2.3. Mengerjakan Tugas/Projek Kuliah
Silahkan lanjutkan mengerjakan tugas projek kuliah 3.1 dengan melakukan pengamatan sebagai berikut:
- Kelompok 1: melakukan pengamatan perkembangan jumlah puru yang disebabkan oleh lalat puru Cecidochares connexa (Macquart, 1848) pada gulma Chromolaena odorata, pengamatan minggu kedua, dengan cara yang sama dengan yang dilakukan pada minggu pertama, disertai dengan menghitung jumlah puru yang rusak karena bekas dipatuk burung;
- Kelompok 2: melakukan pengamatan populasi larva dan imago lalat puru Cecidochares connexa (Macquart, 1848) pada gulma Chromolaena odorata, pengamatan minggu kedua, dengan cara yang sama dengan yang dilakukan pada minggu pertama, disertai dengan menghitung jumlah puru yang lubangnya dimasuki oleh semut;
- Kelompok 3: melakukan pengamatan jumlah cabang di atas puru yang disebabkan lalat puru Cecidochares connexa (Macquart, 1848) pada gulma Chromolaena odorata, pengamatan minggu kedua, dengan cara yang sama dengan yang dilakukan pada minggu pertama, disertai dengan menghitung jumlah biji yang terdapat pada satu kuntum 'buah' Chromolaena odorata, dengan mengambil 3 buah secara acak per titik sampel;
- Kelompok 4: melakukan pengamatan panjang cabang di atas puru yang disebabkan lalat puru Cecidochares connexa (Macquart, 1848) pada gulma Chromolaena odorata, pengamatan minggu kedua, dengan cara yang sama dengan yang dilakukan pada minggu pertama, disertai dengan menghitung jumlah cabang sekunder yang terdapat pada satu setiap cabang sampel yang diukur panjangnya;
Catat hasil wawancara dan pengamatan untuk disampaikan sebagai bagian dari Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas selambat-lambatnya pada Minggu, 13 Oktober 2024 pukul 24.00 WITA.
3.1.3. ADMINISTRASI KULIAH
Untuk membuktikan telah melaksanakan kuliahi, Anda wajib mengakses, menandatangani presensi, dan mengumpulkan tugas di situs SIADIKNONA. Sebagai cadangan, silahkan juga mengerjakan quiz, menandatangani daftar hadir, dan memasukkan laporan melaksanakan kuliah dan mengerjakan tugas dengan mengklik tautan di bawah ini.
- Menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Selasa, 8 Okt. 2024 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani, silahkan periksa daftar hadir yang telah ditandatangani;
- Menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Projek selambat-lambatnya pada Minggu, 13 Oktober 2024 pukul 24.00 WITA dan setelah menyampaikan, silahkan periksa untuk memastikan bahwa laporan sudah masuk.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan memasukkan Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah dan Laporan Melaksanakan Kuliah akan ditetapkan sebagai tidak melaksanakan kuliah.
**********
Hak cipta blog dan isi blog pada: I Wayan Mudita
Dipublikasikan pertama kali: 8 September 2023.
Dipublikasikan pertama kali: 8 September 2023.
Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik.
bagaimana cara predator mencari (search), menilai (assess), mendapatkan (pursue), dan menangani (handle) mangsanya ?
BalasHapusMangsa yaitu sipredator yang berpotensi sebagai mangsa tersebar diekosistem secara acak dan hidup secara berkelompok dalam ruang secara acak (random) atau secara mengelompok dan memiliki ukuran yang berbeda beda ada besar dan kecil, mudah menghindar atau sulit menghindar. Oleh karena itu, predator mencari, meilai, mendapatkan, dan menangani mangsa melalui suatu daur yang dikenal sebagai daur perburuan dasar.
HapusMereka mencari,menilai,menangani,mendapatkan mangsa dengan ciri khas mereka, ada yang memangsa setelah musuhnya dilumpuhkan predator lain, ada yang benar benar memangsa secara individu.
Bagaimana hubungan mangsa/inang oleh predator/parasitoid terhadap laju peningkatan populasi mangsa/inang?
BalasHapusSemakin banyak mangsa maka semakin predator akan meningkat, dan populasi mangsa akan menurun
HapusMengapa sampai saat ini, pengendalian gulma secara hayati dinegara berkembang masih belum begitu terlaksana?
BalasHapusBaik saya ijin menjawab :
HapusAlasannya karena kerugian yang ditimbulkan oleh
gulma sedikit demi sedikit tidak langsung bisa
dilihat, tetapi sebenarnya sangat menurunkan hasil
panen
Saya akan coba menjawab pertanyaan dari teman ester
HapusMengapa masih belum begitu terlaksana salah satunya karna
Keterbatasan Sumber Daya dimana Negara-negara berkembang sering mengalami keterbatasan sumber daya finansial, teknologi, dan infrastruktur. Hal ini dapat membuat sulit untuk mengembangkan dan menerapkan program pengendalian gulma secara hayati.
Karena pengendalian hayati dianggap terlalu memberikan efek yang lama terhadap serangan patogen dan juga untuk melakukan pengujian untuk pengendalian hayati dibutuhkan biaya yang cukup banyak sehingga negara berkembang cenderung untuk menggunakan bahan kimia
Hapusmohon dijelaskan cara kerja dari parasitoid yang tidak menghentikan kemampuan inang untuk terus tumbuh sampai menyelesaikan fase parasitiknya beserta contoh dari parasitoid itu.
BalasHapusparasitoid akan menyimpan telurnya pada tubuh inang dan lama kelamaan telur-telur tersebut bisa mengedalian kemampuan inang dan pada akhirnya inang akan mati.
BalasHapusParasitoid adalah organisme yang menghabiskan sebagian atau seluruh hidupnya pada atau di dalam tubuh inang, biasanya serangga, dan sering kali menyebabkan kematian inang tersebut. Dalam konteks pengendalian hayati, parasitoid memiliki peran penting dalam mengendalikan populasi organisme pengganggu tanaman (OPT).
HapusApa mekanisme yang digunakan oleh pemakan gulma dalam mengendalikan tanaman pengganggu (gulma)?
BalasHapusPemakaan gulma menggunakan berbagai mekanisme untuk mengendalikan tanaman pengganggu (gulma). Berikut beberapa cara yang umum:
Hapus- Memakan Daun dan Akar: Beberapa jenis serangga dapat memakan daun atau bahkan akar gulma. Contohnya, serangga seperti Parthenium hysterophorus dapat dimakan oleh serangga Trichogramma chilonensis, yang kemudian membantu mengendalikan populasi gulma.
- Predator Natural: Hewan seperti tikus, burung, dan reptilia dapat memakan biji-bijian gulma, sehingga mengurangi jumlah gulma.
- Kompetisi Nutrisi: Beberapa tumbuhan dapat bersaing dengan gulma dalam hal mendapatkan nutrisi seperti air, hara, dan cahaya. Hal ini dapat membuat kondisi sulit bagi gulma untuk bertumbuh.
- Produktivitas Alami: Beberapa bakteri dan jamur dapat bekerja sama dengan sistem imun tanaman untuk menghasilkan enzim yang dapat membunuh akar gulma, sehingga menghalangi pertumbuhan mereka.
Jelaskan bagaimana pertahanan tumbuhan melawan herbivory?
BalasHapusTumbuhan melawan herbivori melalui mekanisme pertahanan fisik dan kimia. Pertahanan fisik meliputi duri, rambut halus (trikoma), dan kutikula lilin yang melindungi tumbuhan dari pemakan atau serangga. Selain itu, beberapa tumbuhan memiliki sel-sel keras yang membuat jaringan tanaman sulit dimakan. Di sisi lain, pertahanan kimia berupa produksi senyawa beracun atau rasa pahit, seperti alkaloid, tanin, dan glikosida, yang dapat menghambat pencernaan atau bahkan meracuni herbivora. Kombinasi pertahanan fisik dan kimia ini memungkinkan tumbuhan bertahan dari serangan herbivora.
HapusApa perbedaan utama antara idiobiont dan koinobiont dalam proses parasitasi oleh parasitoid?
BalasHapusIdiobiont:
HapusIdiobiont menghentikan perkembangan inangnya segera setelah parasitasi. Setelah inang ditelurkan, pertumbuhannya bherhenti, dan parasitoid kemudian mengkonsumsi inang yang tidak berkembang lebih lanjut.
Parasitoid idiobiont biasanya menyerang inang dalam fase yang lebih dewasa (misalnya, pupa atau larva tua) atau inang yang berada di tempat terlindung.
Contoh parasitoid idiobiont biasanya ditemukan pada kelompok ektoparasitoid (parasitoid yang hidup di luar tubuh inang).
Koinobiont:
Koinobiont memungkinkan inangnya untuk terus hidup dan berkembang setelah parasitasi. Inang tetap aktif dan terus tumbuh, sehingga parasitoid dapat memanfaatkan inang selama proses perkembangan.
Koinobiont sering menyerang inang pada tahap awal perkembangan (seperti telur atau larva muda), dan inang tersebut terus hidup hingga fase perkembangan yang lebih lanjut.
Contoh parasitoid koinobiont umumnya ditemukan pada endoparasitoid (parasitoid yang hidup di dalam tubuh inang).
Bagaimana peran predator, parasitoid, dan pemakan gulma dalam pengendalian hayati dan apa keuntungan menggunakan mereka dibandingkan metode pengendalian hama kimia?
BalasHapusPredator, parasitoid, dan pemakan gulma berperan penting dalam pengendalian hayati dengan mengurangi populasi hama dan gulma secara alami. Predator dan parasitoid mengendalikan hama, sementara pemakan gulma mengurangi pertumbuhan gulma yang bersaing. Keuntungan menggunakan metode ini dibandingkan pestisida kimia termasuk keberlanjutan, perlindungan keanekaragaman hayati, pengurangan risiko kesehatan, dan efektivitas jangka panjang tanpa menimbulkan resistensi pada hama. Pengendalian hayati menawarkan solusi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
HapusBagaimana pengendalian hayati dengan pemakan gulma dapat berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan?
BalasHapusPengendalian hayati dengan pemakan gulma berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dengan mengurangi penggunaan pestisida kimia, menjaga keanekaragaman hayati, dan meningkatkan kualitas tanah. Dengan mengendalikan gulma secara alami, pemakan gulma membantu mencegah erosi tanah, mendukung sistem pertanian berkelanjutan, dan menjaga keseimbangan ekosistem, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan.
HapusPengendalian hayati merupakan metode yang memanfaatkan musuh alami untuk mengendalikan populasi organisme pengganggu tanaman (OPT), termasuk gulma. Dalam konteks gulma, pemakan gulma seperti serangga herbivora atau mikroorganisme dapat digunakan untuk mengurangi pertumbuhan gulma tanpa merusak ekosistem yang ada. Dengan mengurangi ketergantungan pada bahan kimia berbahaya, Pengendalian ini tidak menimbulkan dampak samping yang merugikan bagi organisme lain dan lingkungan sehingga meningkatkan keanekaragaman hayati dan Keberlanjutan Lingkungan.
HapusPengendalian hayati dengan menggunakan pemakan gulma, seperti serangga atau hewan tertentu yang memangsa tanaman pengganggu, dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap keberlanjutan lingkungan. Metode ini mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia, yang sering menyebabkan pencemaran tanah dan air serta risiko kesehatan bagi manusia dan organisme lain. Selain itu, pengendalian hayati membantu menjaga keanekaragaman hayati dengan meminimalkan dampak negatif terhadap organisme non-target, sehingga menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan mengendalikan gulma secara alami, kesehatan tanah juga terjaga, karena gulma bersaing dengan tanaman budidaya untuk nutrisi dan air; pengendalian yang efektif dapat meningkatkan hasil panen dan kesehatan tanah.
HapusLebih lanjut, pemakan gulma berperan penting dalam mengurangi erosi, karena gulma dapat membantu mengikat tanah. Dengan memanfaatkan pemakan gulma yang efektif, tanah tetap terlindungi dari erosi yang sering menjadi masalah serius di lahan pertanian. Integrasi pengendalian hayati ke dalam praktik pertanian juga mendorong pertanian berkelanjutan, di mana petani dapat mengadopsi metode seperti rotasi tanaman dan penanaman tanaman penutup untuk menjaga kesehatan ekosistem. Selain itu, pemakan gulma membantu petani dalam mengelola sumber daya dengan lebih efisien, mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk pengendalian gulma secara manual atau dengan bahan kimia, sehingga memungkinkan petani untuk mengalokasikan sumber daya mereka untuk praktik pertanian yang lebih produktif. Secara keseluruhan, pengendalian hayati melalui pemakan gulma tidak hanya efektif dalam mengatasi masalah gulma, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan pertanian yang lebih sehat.
Bagaimana kombinasi penggunaan predator, parasitoid, dan pemakan gulma dapat meningkatkan efektivitas pengendalian hayati?
BalasHapusKombinasi penggunaan predator, parasitoid, dan pemakan gulma dapat meningkatkan efektivitas pengendalian hayati dengan menciptakan suatu ekosistem yang seimbang dan saling mendukung. Predator berfungsi mengurangi populasi hama dengan memangsa mereka, sementara parasitoid dapat mengendalikan hama dengan cara meletakkan telur di dalam tubuh hama, yang kemudian akan memakan hama tersebut dari dalam. Di sisi lain, pemakan gulma membantu mengendalikan pertumbuhan gulma yang dapat bersaing dengan tanaman utama, sehingga mengurangi sumber daya yang tersedia untuk hama. Dengan mengintegrasikan ketiga komponen ini, petani dapat mencapai pengendalian hama yang lebih menyeluruh dan berkelanjutan, meminimalkan kerusakan pada tanaman dan meminimalkan penggunaan bahan kimia berbahaya.
HapusBagaimana peran predator dalam pengendalian hayati terhadap hama tanaman?
BalasHapusPengurangan Populasi Hama: Predator seperti burung, serangga pemangsa (misalnya, ladybugs dan lacewings), dan mamalia kecil memangsa hama tanaman. Dengan memangsa hama, predator membantu mengurangi jumlah mereka, sehingga dapat mencegah kerusakan pada tanaman.
HapusPengendalian Rantai Makanan: Predator menjaga keseimbangan ekosistem dengan mengontrol populasi hama. Jika predator hilang, populasi hama dapat meningkat pesat, menyebabkan kerusakan lebih besar pada tanaman.
Pencegahan Penyakit: Dengan mengendalikan populasi hama, predator juga membantu mengurangi penyebaran penyakit yang sering kali dibawa oleh hama. Hal ini penting untuk kesehatan tanaman dan hasil panen.
Efisiensi dan Keberlanjutan: Pengendalian hayati dengan menggunakan predator adalah metode yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia. Ini juga mengurangi risiko resistensi hama terhadap pestisida.
Peningkatan Keanekaragaman Hayati: Predator yang berfungsi dalam pengendalian hayati dapat mendukung keanekaragaman hayati di ekosistem pertanian, menciptakan lingkungan yang lebih seimbang dan sehat untuk pertumbuhan tanaman
Bagaimana pengendalian hayati dengan predator, parasitoid, dan pemakan gulma bekerja?
BalasHapusPengendalian hayati ini memanfaatkan predator untuk memangsa hama, parasitoid yang berkembang dalam tubuh inangnya dan membunuhnya, serta pemakan gulma yang mengonsumsi tanaman pengganggu, sehingga mengurangi populasi hama dan gulma secara alami tanpa pestisida kimia.
HapusPengendalian hayati adalah metode pengelolaan hama yang menggunakan organisme hidup untuk mengontrol populasi hama, dan ini dapat dilakukan dengan tiga pendekatan utama: predator, parasitoid, dan pemakan gulma.
HapusPredator: Predator adalah organisme yang memangsa hama. Contohnya termasuk berbagai jenis serangga seperti ladybugs yang memangsa kutu daun. Dengan memperkenalkan atau mempertahankan populasi predator alami, kita dapat mengurangi jumlah hama secara efektif tanpa menggunakan pestisida kimia.
Parasitoid: Parasitoid adalah organisme yang hidup di dalam atau di atas tubuh inangnya, biasanya serangga, dan akhirnya membunuh inangnya. Contoh yang umum adalah tawon parasitoid yang bertelur di dalam larva hama. Ketika telur menetas, larva parasitoid akan memakan inangnya dari dalam. Ini membantu mengendalikan populasi hama dengan cara yang sangat spesifik.
Pemakan Gulma: Pemakan gulma adalah organisme yang memakan tanaman gulma, sehingga mengurangi persaingan bagi tanaman budidaya. Misalnya, beberapa jenis serangga atau hewan dapat digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma tertentu. Dengan mengurangi gulma, kita juga dapat mengurangi habitat bagi hama.
Ketiga metode ini dapat berfungsi secara sinergis dalam ekosistem pertanian, menciptakan keseimbangan alami yang mengurangi kebutuhan akan bahan kimia dan meningkatkan keberlanjutan pertanian. Pengendalian hayati membutuhkan pemahaman mendalam tentang ekosistem lokal untuk memastikan bahwa spesies yang diperkenalkan tidak mengganggu keseimbangan yang ada.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusApa perbedaan antara predator dan parasitoid dalam ekosistem?
BalasHapus