Selamat Datang

Belajar Pengendalian Hayati merupakan blog baru untuk mendukung pembelajaran blended learning mata kuliah Pengendalian Hayati bagi mahasiswa Faperta Undana. Blog sedang dalam pembuatan sehingga belum dapat menyediakan layanan secara penuh. Silahkan berkunjung kembali untuk memperoleh informasi mengenai fitur layanan dukungan pembelajaran yang diberikan melalui blog ini. Mohon berkenan menyampaikan komentar dengan mengklik tautan Post a Comment di bawah setiap tulisan.

Selasa, 17 Oktober 2023

3.2. Pengendalian Hayati Menggunakan Mikroba, Biopestisida, dan Rekayasa Genetika

Pada materi kuliah 2.3 kita sudah belajar bahwa interaksi antara musuh alami dengan OPT merupakan interaksi makan memakan yang merupakan kontinuum. Artinya antara tipe interaksi yang satu dengan tipe interaksi ainnya sebenarnya tidak benar-benar terpisah, sebagaimana sudah kita pelajari misalnya antara predasi dengan herbivori dan pemakan sisa dan antara predasi dengan parasitasi. Pada materi ini kita lanjutkan mempelajari tipe interaksi parasitasi, khususnya parasitasi OPT golongan hewan dan parasitasi OPT golongan patogen. Kita juga akan mempelajari interaksi yang agak berbeda, yaitu interaksi kompetisi antara musuh alami dengan berbagai golongan OPT, khususnya dengan OPT golongan patogen. Pada bagian terakhir, kita mempelajari secara sepintas mengenai biopestisida dan rekayasa genetika dalam pengendalian hayati.


3.2.1. MATERI KULIAH

3.2.1.1. Membaca Materi Kuliah
Pengendalian Hayati Menggunakan Mikroba terhadap Serangga Hama
OPT golongan hama mencakup chordata hama, moluska hama, nematoda hama, dan arthropoda hama. Setiap kategori OPT golongan hewan ini dapat diparasitasi oleh organisme lain, terutama organisme golongan jamur, nematoda, bakteri, dan virus. Khusus untuk OPT golongan serangga, organisme lain yang memparasitnya dikenal secara umum sebagai entomoparasit dan khusus yang memparasit dengan tidak bergantung intensitas parasitasi disebut entomopatogen (entomopathogen). Tidk bergantung intensitas parasitasi berarti keparahan inang tidak bergantung pada jumlah individu yang memparasitasi, sedangkan bergantung intensitas patasitasi berarti keparahan inang bergantung pada jumlah individu yang memparasitasi. Golongan organisme yang dapat memparasit atau menginfeksi serangga mencakup jamur (Fungi), kromista (Chromista), bakteri (Bacteria), virus (Virus), dan nematoda (Nematota), sedangkan golongan OPT golongan hewan yang menjadi sasaran terdiri atas OPT golongan hewan serangga, OPT golongan hewan tungau, dan OPT golongan hewan nematoda. Uraian berikut ini difokuskan pada organisme entomoparasit dan entomopatogen yang memparasitasi OPT golongan serangga.

Jamur merupakan organisme yang mengalami perubahan klasifikasi besar-besaran sehingga banyak jenisnya yang digunakan sebagai agen hayati mengalami perubahan nama ilmiah. Sebelumnya, jamur dipilahkan ke dalam 6 filum/divisi, yaitu Chytridiomycoba, Blastocladiomycota, Zygomycota, Glomeromycota, Ascomycota, dan Basidiomycota (Gambar 3.2.1). Namun klasifikasi mutakhir menurut Wijayawardene et al. (2020) membagi jamur menjadi 19 filum/divisi, yaitu Aphelidiomycota, Ascomycota, Basidiobolomycota, Basidiomycota, Blastocladiomycota, Calcarisporiellomycota, Caulochytriomycota, Chytridiomycota, Entomophthoromycota, Entorrhizomycota, Glomeromycota, Kickxellomycota, Monoblepharomycota, Mortierellomycota, Mucoromycota, Neocallimastigomycota, Olpidiomycota, Rozellomycota, dan Zoopagomycota. Di antara ke-19 filum/divisi jamur tersebut, yang mempunyai jenis-jenis yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah sebagai berikut:
  1. Filum/divisi: Ascomycota. kelas: Sordariomycetes, ordo: Hypocreales, famili: Ophiocordycipitaceae, Purpureocillium lilacinum (Thom) Luangsa-ard, Houbraken, Hywel-Jones & Samson (2011) (sebelumnya: Paecilomyces lilacinus (Thom) Samson (1974)), digunakan untuk mengendalikan OPT golongan hewan nematoda
  2. Filum/divisi: Ascomycota, kelas: Sordariomycetes, ordo: Hypocreales, famili: Cordycipitaceae, Akanthomyces lecanii (Zimm.) Spatafora, Kepler & B. Shrestha, in Kepleret al. 2017 (sebelumnya: Verticillium lecanii (Zimm.) Viégas, 1939, kemudian Lecanicillium lecanii R. Zare & W. Gams, 2001), Lecanicillium longisporum (Petch) Zare & W. Gams, 2001, 
  3. Filum/divisi: Ascomycota, kelas: Sordariomycetes, sub-kelas: Hypocreomycetidae, ordo: Hypocreales, famili: Clavicipitaceae, (1) Metarhizium anisopliae, (2) Metarhizium rileyi (Farl.) Kepler, S.A. Rehner & Humber in Kepler et al. 2014 (sebelumnya: Nomuraea rileyi (Farl.) Samson, in Kish et al. (1974). Metarhizium anisopliae yang digunakan terutama untuk mengendalikan belalang dan belalang kembara sebelumnya terdiri atas beberapa varietas, diklasifikasikan menjadi 9 spesies berbeda: (1) Metarhizium acridum (Driver & Milner) J.F. Bisch., Rehner & Humber, 2009 (sebelumnya M. anisopliae var. acridum Driver & Milner,2000) (Gambar 3.2.2), (2) Metarhizium anisopliae (Mctsch.) Sorok. (sebelumnya: M. anisopliae var. anisopliae), (3) Metarhizium brunneum Petch, 1935 (sebelumnya: M. anisopliae var. anisopliae), (4) M. globosum J.F. Bisch., Rehner & Humber, 2009, (5) Metarhizium guizhouense Q.T. Chen & H.L. Guo, 1986, (6) Metarhizium lepidiotae (Driver & Milner) J.F. Bisch., Rehner & Humber. 2009 (sebelumnya M. anisopliae var. lepidiotae Driver & Milner, 2000), (7) Metarhizium majus (J.R. Johnst.) J.F. Bisch., Rehner & Humber, 2009 (sebelumnya M. anisopliae var. major (JR. Johnst.) M.C. Tulloch,1976), (8) Metarhizium pingshaense Q.T. Chen & H.L. Guo, 1986, dan (9) Metarhizium robertsii J.F. Bisch., Rehner & Humber, 2009 (sebelumnya: M. anisopliae var. anisopliae). Metarhizium spp. dikembangkan untuk pengendalian hayati belalang dan belalang kembara di Afrika melalui program LUBILOSA.
  4. Filum/divisi: Ascomycota, kelas: Sordariomycetes, ordo: Hypocreales, famili: Cordycipitaceae, Cordyceps fumosorosea (Wize) Kepler, B. Shrestha & Spatafora, dalam Kepler, et al., 2017 (sebelumnya: Isaria fumosorosea Wize (1904)), baca artikel: Identification of a Cordyceps fumosorosea Fungus Isolate and Its Pathogenicity against Asian Citrus Psyllid, Diaphorina citri (Hemiptera: Liviidae)
  5. Filum/divisi: Zoopagomycotina, ordo: ordo: Entomophthorales, famili: Entomophthoraceae, Entomophthora muscae (Cohn) Fresen. (1856), (5) Hirsutella thompsoniiBeauveria bassiana (Bals.-Criv.) Vuill. (1912),
  6. Filum/divisi: Zygomycota, kelas: incertae sedis, ordo: Entomophthorales. famili: Neozygitaceae, Neozygites fresenii (Nowak.) Remaud. & S. Keller (1980
Gambar 3.2.1
Klasifikasi filogenetik jamur konvensional ke dalam enam filum/divisi. Klik gambar untuk memperbesar

Gambar 3.2.2.
Permukaan tubuh nimfa belalang kembara ditumbuhi oleh koloni jamur Metarhizium acridum (Driver & Milner) J.F. Bisch., Rehner & Humber, 2009 

Serangga hama yang dikendalikan dengan menggunakan jamur entomopatogen mencakup satu atau beberapa spesies serangga hama dalam ordo Coleoptera, Hymenoptera, Acarina, Hemiptera, Lepidoptera, Orthoptera, Thysanoptera, dan sebagainya. Selain jenis-jenis jamur di atas, beberapa jenis jamur mikrosporidia juga berpotensi digunakan dalam pengendalian OPT golongan hewan, tetapi banyak jenisnya yang menginfeksi serangga bermanfaat. Untuk memperoleh inffomasi lebih lanjut mengenai jamur entomopatogenik, silahkan baca buku oleh Hajek (2004) Chapter 12 Fungi and Microsporidia, buku oleh Vega & Kaya (2012) Chapter 6 Fungal Entomopathogens dan Chapter 7 Microsporidian Entomopathogens dan buku oleh Rowley et al. (2022) Chapter 12 Fungal and Oomycete Diseases of Insects.

Protista merupakan gabungan berbagai organisme yang sangat beragam dan tidak monopiletik, yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai satu kerajaan. Namun dalam sistem klasifikasi delapan kerajaan yang diajukan oleh Cavalier-Smith (1993), Protista dipilah menjadi dua kerajaan: Chromista, dusulkan sebagai kerajaan polifiletik yang terdiri atas organisme eukariotik bersel tunggal dan multiseluler yang memiliki fitur serupa dalam organel fotosintetiknya, dan Protozoa, diusulkan sebagai kerajaan  polifiletik organisme eukariotik bersel tunggal, baik yang hidup bebas maupun parasit, yang memakan bahan organik seperti mikroorganisme lain atau organik sisa. Menurut Cavalier-Smith (2003), kerajaan Chromista terdiri atas 6 filum Bigyra, Cryptista, Haptophyta, Heliozoa, Ochrophyta, dan Sagenista (menjadi 8 filum dalam Cavalier-Smith (2017)) dan kerajaan Protozoa terdiri atas filum Amoebozoa, Apusozoa, Cercozoa, Choanozoa, Ciliophora, Euglenozoa, Loukozoa, Metamonada, Miozoa, Percolozoa, dan Retaria. Di dalam dua kerajaan tersebut, terdapat sejumlah filum yang mempunyai jenis entomopatogenik, yaitu filum Bigyra dalam kerajaan Chromista (filum Gyrista menurut klasifikasi Thakur et al. (2019) dan Cho et al. (2022)), yang didalamnya termasuk sub-filum Pseudofungi yang mencakup jenis-jenis Oomycetes yang parasitik pada larva serangga, serta filum Amoebozoa, Apicomplexa, dan Ciliophora dalam kerajaan Protozoa, yang mempunyai jenis-jenis entomopatogenik. Namun jenis-jenis Chromista dan Protozoa entomopatogenik tersebut pada umumnya masih belum dikembangkan untuk digunakan dalam pengendalian hama OPT. Untuk memperoleh informasi lebih lebih lanjut mengenai jenis-jenis entomopatogen dalam kerajaan Chromista dan dalam kerajaan Protozoa, silahkan baca buku oleh Vega & Kaya (2012) Chapter 10 Protistan Entomopathogens dan buku oleh Rowley et al. (2022) Chapter 13 Parasitic Diseases of Insects. 

Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang kini dipilah ke dalam dua domain, domain Bakteria dan domain Archaea. Karena karakteristiknya, bakteri merupakan kelompok organisme yang klasifikasinya sangat kompleks, dengan klasifikasi mutakhir adalah klasifikasi LPSN. Bakteri entomopatogen dapat ditemukan pada tiga filum bakteri: bakteri Gram positif Fimicutes, bakteri Gram negatif Proteobacteria, dan bakteri tanpa dinding sel kaku Tenericutes. Di antara jenis-jenis bakteri dalam ketiga filum tersebut, yang telah digunakan dalam pengendalian hayati serangga hama terdapat dalam famili 
  1. Filum Firmicutes, kelas: Bacilli, ordo: Bacillales, famili: Bacillaceae, Bacillus thuringiensis Berliner 1915 (Gambar 3.2.3), terdiri atas banyak subspesies, antara lain "Bacillus thuringiensis subsp. kurstaki" Bulla et al. 1979 untuk mengendalikan serangga hama ordo Lepidoptera, Bacillus thuringenesis israelenis untuk mengendalikan serangga hama ordo Diptera, "Bacillus thuringiensis subsp. tenebrionis" Krieg et al. 1983 untuk mengendalikan serangga hama ordo Coleoptera, dan "Bacillus thuringiensis subsp. aizawai" Oeda et al. 1987 untuk mengendalikan serangga hama ordo Lepidoptera dan Lysinibacillus sphaericus (Meyer and Neide 1904) Ahmed et al. 2007 (sebelumnya Bacillus sphaericus) untuk mengendalikan serangga hama ordo Diptera
  2. Filum Firmicutes, kelas: Bacilli, ordo: Bacillales, famili: Paenibacillaceae, Paenibacillus popilliae (Dutky 1940) Pettersson et al. 1999 (sebelumnya Bacillus popilliae Dutky 1940) untuk mengendalikan kumbang jepang Popillia japonica, dan serangga hama lainnya dalam ordo Coleoptera
  3. Filum: Proteobacteria, kelas: Gammaproteobacteria, ordo: Enterobacteriales, famili: Morganellaceae, Photorhabdus luminescens memparasit nematoda entomopatogen famili Heterorhabditidae dan Xenorhabdus nematophila, memparasit nematoda entomopatogen genus Steinernema, melepaskan bakteri di dalam tubuh serangga ketika memparasit, dan bakteri kemudian mematikan serangga yang diparasit oleh nematoda.
  4. Filum: Proteobacteria, kelas: Betaproteobacteriaceae, ordo: Neisseriales, famili: Neisseriaceae. Chromobacterium subtsugae, untuk mengendalikan kumbang kentang colorado dan jenis kumbang hama lainnya
Untuk mempelajari mekanisme kerja bakteri sebagai entomopatogen, silahkan baca artikel: How the insect pathogen bacteria Bacillus thuringiensis and Xenorhabdus/Photorhabdus occupy their hostsUntuk memperoleh inffomasi lebih lanjut mengenai bakteri entomopatogenik, silahkan baca buku oleh Hajek (2004) Chapter 10 Bacterial Pathogens of Invertebrates, buku oleh Vega & Kaya (2012) Chapter 8 Bacterial Entomopathogens, dan buku oleh Rowley et al. (2022) Chapter 11 Bacterial Diseases of Insects.

Gambar 3.2.3.
Larva ngengat terinfeksi oleh bakteri Bacillus thuringiensis

Jenis virus yang digunakan dalam pengendalian hayati dahulu termasuk dalam genus Nucleopolyhedrovirus (NPV) dan Granulovirus (GV), Dalam sistem klasifikasi virus yang baru, virus yang khusus menginfeksi serangga dimasukkan ke dalam famili Baculoviridae, ordo Lefavirales, kelas Naldaviricetes. Famili Baculoviridae terbagi dalam empat genus, yaitu:
  1. Alphabaculovirus: NPV yang terutama menginfeksi serangga ordo Lepideptera, tetapi juga dapat menginfeksi serangga lain dan tetrapoda, terdiri atas 56 jenis, di antaranya Lymantria dispar multiple nucleopolyhedrovirus, yang menginfeksi larva ngengat spon Lymantria dispar (Gambar 3.2.4)
  2. Betabaculovirus: GV yang terutama menginfeksi serangga ordo Lepideptera tetapi juga spesies serrangga dari ordo lain, terdiri atas 26 spesies, di antaranya Cydia pomonella granulovirus, digunakan untuk mengendalikan larva penggerek buah Cydia pomonella
  3. Gammabaculovirus, NPV khusus menginfeksi serangga ordo Hymenoptera, terdiri atas dua spesies: Neodiprion lecontei nucleopolyhedrovirus dan Neodiprion sertifer nucleopolyhedrovirus
  4. Deltabaculovirus:  NPV khusus menginfeksi larva nyamuk Culex nigripalpus, terdiri atas satu spesies yaitu Culex nigripalpus nucleopolyhedrovirus.
Untuk memperoleh inffomasi lebih lanjut mengenai virus entomopatogenik, silahkan baca buku oleh Hajek (2004) Chapter 10 Bacterial Pathogens of Invertebrates, buku oleh Vega & Kaya (2012) Chapter 4 Baculoviruses and Other Occluded Insect Viruses dan Chapter 5 RNA Viruses Infecting Pest Insects, dan buku oleh Rowley et al. (2022) Chapter 10 Viral Diseases of Insects.

Gambar 3.2.4.
Larva ngengat Lymantria dispar terinfeksi oleh Lymantria dispar multiple nucleopolyhedrovirus 

Hewan golongan nematoda dapat berperan sebagai parasit tanaman dan sebagai parasit hewan lain. Sebagai parasit tanaman, nematoda merupakan OPT golongan hewan tetapi sebagai parasit hewan merupakan musuh alami. Beberapa jenis nematoda parasit hewan, antara lain Heterorhabditis heliothidis (Khan, Brooks & Hirschmann, 1976), Heterorhabditis bacteriophora Poinar, 1976, Steinernema feltiae (Filipjev, 1934), dan Steinernema carpocapsae (Weiser, 1955), digunakan untuk mengendalikan berbagai ordo serangga hama yang hidup dalam tanah. Untuk memperoleh inffomasi lebih lanjut mengenai virus entomopatogenik, silahkan baca buku oleh Hajek (2004) Chapter 9 Parasitic Nematodes, buku oleh Vega & Kaya (2012) Chapter 11 Nematode Parasites and Entomopathogens, dan buku oleh Rowley et al. (2022) Chapter 13 Parasitic Diseases of Insects.

Jamur menginfeksi serangga melalui spora (biasanya aseksual, spora mitosporik yang juga disebut konidia). Di bawah kondisi suhu dan kelembaban udara yang sesuai, spora berkecambah, membentuk hifa untuk memprenetrasi kutikula serangga melalui proses hidrolisis enzimatik, untuk kemudian tumbuh melakukan kolonisasi rongga tubuh serangga (hemocoel). Kemudian, koloni jamur tumbuh dalam rongga tubuh serangga, biasanya sebagai hifa berdinding atau dalam bentuk protoplas tanpa dinding (bergatung pada jenis jamur). Setelah beberapa waktu, serangga yang terinfeksi biasanya mati (bisa karena racun yang diproduksi oleh jamur), dan kemudian jamur melakukan sporulasi di dalam atau pada permukaan tubuh serangga untuk menghasilkan inokulum baru. Protista, bakteria, dan virus entomopatogenik pada umumnya secara pasif melalui bagian tanaman yang terkontaminasi sehingga inokulum masuk ke dan berkembang di dalam tumbuh serangga. 

Pengendalian Hayati Menggunakan Mikroba terhadap Patogen Tanaman
Pengendalian hayyati menggunakan mikroba terhadap patogen tanaman dilakukan dengan menggunakan jamur, kromista, bakteri, dan virus sebagai agen hayati. Jenis jamur yang telah digunakan dan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen hayati untuk mengendalikan patogen tanaman terdapat dalam tiga filum/divisi sebagai berikut:
  • Filum/divisi Ascomycota, terdiri atas beberapa kelas: Dothideomycetes, Euratiomycetes, Leotiomycetes, Saccharomycetes, dan Sordariomycetes. Contoh: (1) Ampelomyces quisqualis Ces., 1852 (Phaeosphaeriaceae: Pleosporales) untuk mengendalikan penyakit tepung yang disebabkan oleh jamur Erysiphe cichoracearum (DC.) (1805) dengan menggunakan mekanisme parasitasi, dan (2) Trichoderma spp., yang terdiri atas sangat banyak jenis, antara lain jenis-jenis yang paling effektif: T. atroviride P. Karst. (1892) (Gambar 3.2.5), T. hamatum (Bonord.) Bainier (1906), T. harzianum Rifai (1969), dan T. viride Pers. (1794), digunakan untuk mengendalikan patogen tanaman bawaan tanah (soil borne) menggunakan bukan hanya mekanisme interaksi parasitasi, melainkan berbagai mekanisme lain, (3) Sphaerellopsis filum (Biv.) B. Sutton (1977) (Biv.) B.Sutton (sebelumnya Darluca filum (Biv.) Berk.) (Phaeosperiaceae: Pleosporales: Dothideomycetes) dan Lecanicillium lecanii R. Zare & W. Gams, 2001 (Cordicipitaceae: Hypocreales: Sordariomycetes) untuk mengendalikan beberapa jenis jamur karat.
  • Filum/divisi Basidiomycota, terdiri atas beberapa kelas: Agaricomycetes, Cystobasidiomycetes, Exobasidiomycetes, Microbotryomycetes, Pucciniomycetes, Tremellomycetes, dan Ustilagomycetes. Contoh: (1) Athelia bombacina (Link) Pers. (1822) (Atheliaceae Athelales: Agaromycetes) untuk mengendalikan jamur Venturia inaequalis pada tanaman apel, dan (2) Tuberculina maxima Rostr. (1890) (Helicobasidiaceae: Helicobasidiales: Pucciniomycetes) untuk mengendalikan jamur karat Cronartium ribicola.
  • Filum/divisi Glomeromycota, terdiri hanya atas satu kelas: Glomeromycetes, merupakan famili  jamur mikoriza arbuskular (arbuscular mychorrizal fungi, AMF), yaitu jenis-jenis jamur yang bersimbiosis dengan tumbuham dengan cara mempenetrasi jaringan bagian luar akar tumbuhan tanpa mengganggu tumbuhan itu sendiri tetapi justru memberikan manfaat, termasuk perlindungan terhadap patogen bawaan tanah (soil borne). Contoh: (1) Funneliformis mosseae (T.H. Nicolson & Gerd.) C. Walker & A. Schüßler (2010) (Glomeraceae: Glomerales: Glomeromycetes: Glomeromycota), AMF pada banyak jenis tanaman yang tersebar luas secara global terbukti meningkatkan ketahanan tanaman terhadap beberapa patogen, (2) Acaulospora walkeri Kramad. & Hedger (1990) (Acaulosporaceae: Diversisporales: Glomeromycota), AMF pada tanaman kakao di Indonesia. silahkan baca: Mycorrhizal Fungi as a Biocontrol Agent
  • Filum/divisi Mucoromycota, satu kelas di antaranya: Mucoromycetes, terdiri atas jenis-jenis AMF, silahkan baca: Phylogenomics of Endogonaceae and evolution of mycorrhizas within Mucoromycota
Beberapa jenis jamur hiperparasit dapat bersama-sama menyerang satu spesies jamur patogenik, misalnya jamur hiper-parasit Acremonium alternatum Link (1809), Acrodontium sp., Ampelomyces quisqualis Ces., 1852, Cladosporium oxysporum Berk. & M.A. Curtis (1868) memparasitasi jamur tepung Erysiphe cichoracearum pada tanaman mentimun. Untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai jamur sebagai agen hayati pengendalian patogen tanaman silahkan baca: buku oleh Hajek (2004) Chapter 16 Biology and ecology of antagonists dan Chapter 17 Microbial antagonists combating plant pathogens and plant parasitic nematodes dan artikel jurnal Fungi vs. Fungi in Biocontrol: An Overview of Fungal Antagonists Applied Against Fungal Plant Pathogens.

Gambar 3.2.5.
Uji antagonisme dua jenis jamur Trichoderma: (1) Trichoderma atroviride (a) dan (2) Trichoderma asperellum (b) terhadap tiga jenis jamur patogenik pada tanaman: (1) Fusarium graminearum (A), (b) Penicillium commune (B), dan (3) Aspergillus parasiticus (C) pada hari ketiga inkubasi, (c) adalah kontrol (tanpa Trichoderma). Sumber: Stracquadanio et al. (2020)

Jenis-jenis jamur yang sekarang dipisahkan sebagai kerajaan tersendiri, Chromista, juga ada yang merupakan hiperparasit pada patogen tanaman:
  • Filum: Oomycota, kelas: Hyphochytrea, ordo: Hyphochytriales, famili: Hyphochytriaceae, contoh: Hyphochytrium catenoides Karling (1939)
  • Filum: Oomycota, kelas: Peronosporea, sub-kelas: Peronosporidae, ordo: Peronosporales, famili: Pythiaceae, contoh: (1) Globisporangium ultimum (Trow) Uzuhashi, Tojo & Kakish. (2010), Globisporangium nunn (Lifsh., Stangh. & R.E.D. Baker) Uzuhashi, Tojo & Kakish. (2010) (sebelumnya: Pythium nunn Lifsh., Stangh. & R.E.D. Baker (1984), dan Globisporangium radiosum (B. Paul) Uzuhashi, Tojo & Kakish. 2010 (sebelumnya: Pythium radiosum B. Paul (1992) dan (2) Pythium acanthicum Drechsler (1930), Pythium oligandrum Drechsler (1930), Pythium periplocum Drechsler (1930)
Untuk mengetahui patogen yang diparasitasi serta jenis patogen dan tanaman inangnya, silahkan baca: buku oleh Hajek (2004) Chapter 16 Biology and ecology of antagonists dan Chapter 17 Microbial antagonists combating plant pathogens and plant parasitic nematodes dan periksa Tabel 3 pada artikel Fungi vs. Fungi in Biocontrol: An Overview of Fungal Antagonists Applied Against Fungal Plant Pathogens.

Bakteri yang digunakan sebagai agen hayati untuk mengendalikan patogen tanaman golongan jamur dan bakteri adalah sebagai berikut:
  • Filum: Bacillota, kelas: Bacilli, ordo: Bacillales, famili: Bacillaceae, genus: Bacillus, contoh: (1) Bacillus amyloliquefaciens menghasilkan senyawa organik volatil (volatile organic compounds, VOCs) yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Penicillium digitatum dan bakteri Ralstonia solanacearum, dan (2) B. subtilis BS-1 memproduksi senyawa yang dapat menghambat perkembangan gejala penyakit busuk yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora.
  • Filum: Actinomycetota, kelas: Actinomycetia, ordo: Streptomycetales, famili: Streptomycetaceae, genus: Streptomyces, contoh: Streptomyces lydicus WYEC108 memproduksi enzim chitinase yang dapat mendegradasi dinding sel jamur, antara lain jamur patogenik Pythium. 
  • Filum: Pseudomonadota, kelas: Gammaproteobacteria, ordo: Pseudomonadales, famili: Pseudomonadaceae. genus: Pseudomonas, contoh: (1) Pseudomonas protegens Pf-5 menskresikan senyawa pyoluteorinyang dapat menghambat pertumbuhan Pantoea ananatis DZ-12. dan (2) Pseudomonas brassicacearum LBUM300 menghasilkan HCN yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Thielaviopsis basicola dan bakteri Clavibacter michiganensis.
  • Filum: Pseudomonadota, kelas: Gammaproteobacteria. ordo: Enterobacterales, famili: Yersiniaceae, genus: Serratia, contoh: Serratia marcescens memproduksis Serrawettin W2 yang mempunyai aktivitas anti-bacterial terhadap bakteri Staphylococcus aureus
  • Filum: Pseudomonadota, kelas: kelas: Gammaproteobacteria, ordo: Xanthomonadales, famili: Xanthomonadaceae, genus: Lysobacterm, contoh: Lysobacter enzymogenes Christensen and Cook 1978.
Untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai jenis-jenis bakteria sebagai agen hayati pengendalian patogen tanaman dan mekanisme kerja pengendalian hayatinya, silahkan baca artikel: buku oleh Hajek (2004) Chapter 16 Biology and ecology of antagonists dan Chapter 17 Microbial antagonists combating plant pathogens and plant parasitic nematodes dan artikel jurnal Exploiting Bacterial Genera as Biocontrol Agents: Mechanisms, Interactions and Applications in Sustainable Agriculture dan untuk mengembangkan bakteri sebagai agen pengendalian hayati patogen tanaman silahkan baca artikel Bacteria as Biological Control Agents of Plant Diseases. Selain jamur, kromista, dan bakteri, agen hayati lain yang juga digunakan untuk mengendalikan patogen tanaman adalah virus: Going Viral: Virus-Based Biological Control Agents for Plant Protection.

Mikroba yang digunakan untuk mengendalikan hayati patogen tanaman dapat berada di luar tubuh tanaman atau di dalam tubuh tanaman, Mikroba yang berada di luar tubuh tanaman adalah sebagaimana telah diuraikan di atas, sedangkan yang berdasa di dalam tubuh tanaman secara bersama dikenal sebagai mikroba endofitic (endophytic micrbes), terutama terdiri atas jamur endophitic (endophytic fungi) dan bakteri endofitik (endophytic bacteria). Untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai penggunaan mikroba endofit dalam pengendalian hayati, silahkan baca artikel jurnal: (1) Review: Endophytic microbes and their potential applications in crop management, (2) Uniting the Role of Endophytic Fungi against Plant Pathogens and Their Interaction, dan (3) Endophytic bacteria as biocontrol agents against plant pathogens: Current state-of-the-art

Pengendalian Hayati Menggunakan Mikroba terhadap Gulma
Pengendalian hayati gulma oleh mikroba sebenarnya terjadi secara alami. Namun untuk memperoleh hasil yang lebih efektif maka diperlukan intervensi manusia melalui pelepasan agen hayati secara inundatif maupun inokultaif dengan menggunakan jenis-jenis organisme fitopatogenik golongan jamur, kromista, bakteri, dan virus.

Organisme fitopatogenik golongan jamur yang digunakan untuk mengendalikan gulma antara lain:
  • Filum/divisi: Ascomycota, kelas: Sordariomycetes, sub-kelas: Hypocreomycetidae,ordo: Glomerellales, famili: Glomerellaceae, Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Penz. & Sacc. (1884), yaitu: Colletotrichum gloeosporioides f.sp. aeschynomene, untuk mengendalikan gulma Aeschynomene virginica dan dan Colletotrichum gloeosporioides f.sp. malvae, untuk mengendalikan gulma Malva pusilla 
  • Filum/divisi: Ascomycota, kelas: Dothideomycetes, sub-kelas: Pleosporomycetidae , ordo: Pleosporales, famili: Didymellaceae, Didymella chenopodii (P. Karst. & Har.) Qian Chen & L. Cai 2015 (sebelumnya: Phoma chenopodiicola Gruyter, Noordel. & Boerema), untuk mengendalikan gulma Chenopodium album (lamb’squarters), Cirsium arvense (creepingthistle), Setaria viridis (greenfoxtail), dan Mercurialis annua (annual mercury) dan Didymella macrostoma (Mont.) Qian Chen & L. Cai, 2015 (sebelumnya: Phoma macrostoma Mont), untuk mengendalikan gulma berdaun lebar (dikotil). 
  • Filum/divisi: Ascomycota, kelas: Leotiomycetes, sub-kelas: Leotiomycetidae, ordo: Helotiales, famili: Sclerotiniaceae, Sclerotinia minor Jagger (1920), untuk mengendalikan gulma Taraxacum officinale (dandelion), Trifolium repens (white clover), dan Plantago minor (broad leaf plantain)
  • Filum/divisi: Ascomycota, kelas: Dothideomycetes, sub-kelas: Pleosporomycetidae, ordo: Pleosporales, famili: Pleosporaceae,  Alternaria destruens E.G. Simmons, (1998), untuk mengendalikan tumbuhan parasitik tali putri Cuscata spp. (dodders) dan Alternaria sonchi Davis, in Elliott (1916), terdiri atas banyak forma dan varietas, untuk mengendalikan gulma Sonchus arvensis (perennial sowthistle)
  • Filum/divisi: Ascomycota, kelas: Sordariomycetes, sub-kelas: Hypocreomycetidae, ordo: Hypocreales, famili: Nectriaceae, Fusarium solani (Mart.) Sacc., (1881), untuk mengendalikan tumbuhan parasitik akar Orobanche aegyptiaca (egyptian broomrape)
  • Filum/divisi: Basidiomycota, kelas: Agaricomycetes, sub-kelas: Agaricomycetidae, ordo: Agaricales, famili: Cyphellaceae, Chondrostereum purpureum (Pers.) Pouzar (1959), untuk mengendalikan gulma Prunus serotina (american bird cherry) dan Populus euramericana (poplar) serta Chondrostereum purpureum strain HQ1 dan Chondrostereum purpureum strain PFC 2139, untuk mengendalikan pertumbuhan permudaan gulma bersosok pohon dan perdu
  • Filum/divisi: Basidiomycota, kelas: Pucciniomycetes, sub-kelas: Incertae sedis, ordo: Pucciniales, famili: Pucciniaceae, (1) Puccinia canaliculata (Schwein.) Lagerh. (1895), untuk mengendalikan gulma teki Cyperus esculentus dan (2) Micropuccinia spegazzinii (De Toni) Arthur & H.S. Jacks. 1921 (sebelumnya: Puccinia spegazzinii De Toni (1888)) untuk pengendalian hayati gulma Mikania micrantha (Gambar 3.2.6), gulma dan jenis tumbuhan invasif sangat merusak pada tanaman perkebunan, baca artikel: Puccinia spegazzinii for the biological control of Mikania micrantha dan Biology and host range of the rust fungus Puccinia spegazzinii: A new classical biological control agent for the invasive,alien weed Mikania micrantha in Asia
Gambar 3.2.6.
Uji kisaran inang jamur karat Micropuccinia spegazzinii (De Toni) Arthur & H.S. Jacks. 1921 (sebelumnya: Puccinia spegazzinii De Toni (1888)) untuk mengendalikan gulma Mikania micrantha dan dua jenis Milania lainnya, Mikania microptera dan Mikania cordata: (a) Teliospora yang dihasilkan dari mekarnya basidiospora; inset, close-up telium. (b) Basidium berkembang dengan empat terigmata dan satu basidiospora matang (panah); inset, tampilan mikroskop elektron pindai (SEM) dari basidiospora yang berkecambah pada permukaan daun, (c) Perkembangan gejala 14 hari setelah inokulasi, permukaan daun abaksial; perhatikan peningkatan produksi teliospora di sepanjang vena. (d) Respon hiperplasik pada pucuk; inset, infeksi sistemik pada tunas samping 12 minggu setelah inokulasi, tanda panah menunjukkan tempat produksi teliospora sekunder terkonsentrasi, (e) reaksi semi-resisten oleh M. microptera, panah menunjukkan telia kecil pada vena dan tangkai daun. dan (f) reaksi yang hampir sepenuhnya kompatibel M. cordata. Klik untuk memperbesar. Sumber: Ellison et al. (2007) dan Evans (2013)

Organisme fitopatogenik golongan kromista yang digunakan untuk mengendalikan gulma antara lain:
  • Filum/divisi: Oomycota, sub-filum: Peronosporea, kelas: Peronosporidae, ordo: Peronosporales, famili: Peronosporaceae, Peronophythora palmivora (E.J. Butler) Thines 2023 (sebelumnya: Phytophthora palmivora (E.J. Butler) E.J. Butler, (1919)), untuk mengendalikan gulma Morrenia odorata (strangler vine)
Organisme fitopatogenik golongan bakteri yang digunakan untuk mengendalikan gulma antara lain:
  • Filum: Pseudomonadota, kelas: Gammaproteobacteria, ordo: Pseudomonadales, famili: Pseudomonadaceae, Pseudomonas fluorescens Migula 1895. yaitu: P. fluorescens strain D7, secara selektif menghambat pertumbuhan gulma golongan rumput, P. fluorescens strain WH6, menghambat perkecambahan beberapa spesies gulma golongan rumput maupun golongan berdaun lebar, dan P. fluorescens strain BRG100, menghambat pertumbuhan gulma Setaria viridis
  • Filum: Pseudomonadota, kelas: Gammaproteobacteria, ordo: Lysobacterales, famili: Lysobacteraceae, Xanthomonas campestris (Pammel 1895) Dowson 1939, yaitu: X. campestris pv. poae untuk mengendalikan gulma Poa annua (bluegrass), strain X. campestris untuk mengendalikan gulma Conyza canadensis (horseweed), dan strain X. campestris pv. campestris untuk mengendalikan gulma pada tanaman aneka kubis
Virus yang telah digunakan atau sedang dikembangkan untuk mengendalikan gulma antara lain:
  • Tobacco Mild Green Mosaic Tobamovirus untuk mengendalikan gulma Solanum viarum (soda apple)
  • Araujia Mosaic Virus untuk mengendalikan  tumbuhan invasif Araujia hortorum (moth plant)
  • Óbuda Pepper Virus (ObPV) dan Pepino Mosaic Virus (PepMV) sedang dikembangkan untuk mengendalikan gulma Solanum nigrum 
  • Virus yang menyerupai Tobacco Rattle Virus sedang dikembangkan untuk mengendalikan gulma Impatiens glandulifera.
Pengendalian hayati gulma menggunakan mirkoba dilakukan bukan hanya dengan memanfaatkan mikroba patogenik, melainkan juga menggunakan mikroba yang dapat menekan perkecambahan biji dan pertumbuhan gulma melalui mekanisme non-patogenik, antara lain dengan menggunakan mikroba endofit (endophytes for weed management) untuk menimbulkan effek menghambat pertumbuhan.

Mekanisme Pengendalian Hayati Patogen Tanaman dan Gulma
Pengendalian hayati menggunakan mikroba untuk mengendalikan patogen tanaman menggunakan mekanisme yang berbeda dengan pengendalian hayati menggunakan predator dan parasitoid maupun pengendalian hayati serangga hama menggunakan entomopatogen. Pengendalian hayati menggunakan mikroba terhadap patogen tanaman melibatkan mekanisme yang lebih luas daripada interaksi makan-memakan sehingga sebagaimana diuraikan oleh Pahl (2006) dibedakan menjadi tiga tipe:
  • Antagonisme langsung, menggunakan mekanisme hiper-parasitasi/predasi, contoh hiperparasitasi oleh mikovirus litik dan beberapa mikovirus non-litik, oleh bakteri patogenik obligat, hipovirus, dan jamur parasit fakultatif. 
  • Antagonisme jalur campuran, menggunakan mekanisme: (1) antibiosis melalui produksi antibiotik seperti 2,4-diacetylphloroglucinol, phenazines, dan cyclic lipopeptides, (2) penguraian enzimatik dengan memproduksi enzim chitinase, glucanase, dan protease, (3) menimbulkan gangguan dengan produk sisa seperti amonia, karbondioksida, dan hidrogen syanida, serta (4) menimbulkan gangguan secara fisik-kimiawi melalui penyumbatan pori tanah, konsumsi sinyal perkecambahan, pengacuan komunikasi silang molekuler. 
  • Antagonisme tidak langsung menggunakan mekanisme: (1) kompetisi dalam mengkonsumsi eksudat,  pemakanan sisa siderofora, dan pengambilan relung fisik, dan (2) induksi ketahanan inang melalui kontak dengan dinding sel jamur, deteksi pola molekuler terkait patogen, dan ketahanan tanaman termediasi fitohormon.
Mekanisme pengendalian hayati jugadibedakan menjadi tipe yang agak berbeda, sebagaimana misalnya diberikan oleh Palmieri et al. (2022) (Gambar 3.2.7). Dalam hal ini, mekanisme mikoparasitisme termasuk dalam tipe antagonisme langsung, antibiosis diberi pengertian luas dan termasuk dalam tipe antagonisme jalur campuran, serta kompetisi dan inokulasi untuk ketahanan tanaman termasuk dalam tipe antagonisme tidak langsung.
Gambar 3.2.7.
Mekanisme pengendalian hayati patogen tanaman. Sumber: Palmieri et al. (2022)

Tipe kedua dan ketiga dari ketiga mekanisme di atas merupakan interkasi non-parasitik antara agen pengendalian hayati dengan patogen tanaman terjadi melalui berbagai mekanisme yang oleh Legein et al. (2020) dibedakan menjadi (Gambar 3.2.8):
  • Interaksi langsung, mencakup produksi metabolit antimikrobial (antimicrobial metabolites), produksi enzim hidrolitik (hydrolitic enzymes), kompetisi untuk memperoleh hara, quorum sensing and quencing, dan produksi siderophores.
  • Interaksi tidak langsung, mencakup pengaktifan sistem ketahanan tanaman dan pengendalian produksi dan penggunaan hormon oleh tanaman
  • Pengendalian kemampuan tanaman beradaptasi, mencakup peningkatan kemampuan adaptasi terhadap tekanan kekeringan dan tekanan sinar UV, mengatur penggunaan karbohidrat secara fleksibel, penyerapan ion Fe melalui siderophores, mengendalikan sistem ketahanan tanaman, dan pembentukan biofilm
Untuk mempelajari lebih lanjut interaksi non-parasitasi dalam pengendalian hayati patogen tanaman, silahkan baca Legein et al. (2020).
Gambar 3.2.8.
Interiaksi non-parasitasi dalam pengendalian hayati penyakit tanaman oleh mikroba

Untuk mempelajari lebih lanjut mekanisme kerja pengendalian hayati terhadap patogen tanaman, silahkan baca artikel: Mode of Action of Microbial Biological Control Agents Against Plant Diseases: Relevance Beyond Efficacy dan Biological Control of Plant Pathogens: A Global Perspective

Begitu beragam mekanisme interaksi yang terjadi dalam pengendalian hayati patogen tanaman sehingga menimbulkan implikasi dalam mendefinisikan pengendalian hayati:
  • Pengertian yang paling sempit: pengendalian hayai patogen tanaman merujuk kepada pengendalian satu jenis patogen oleh satu jenis antagonis dalam satu sistem pertanaman.
  • Pengertian yang lebih luas: pengendalian hayati patogen tanaman merujuk kepada pemanfaatan organisme hidup setempat atau introduksi untuk menekan aktivitas dan populasi satu atau lebih patogen tanaman, dengan melibatkan pengelolaan tanah untuk mendorong aktivitas gabungan organisme asli yang berasosiasi dengan tanah dan tanaman yang berkontribusi terhadap penekanan aktivitas patogen secara umum (dikenal dengan istilah tanah supresif, supressive soil atau lebih khusus disease suppressive soil) dan melibatkan penggunaan inokulan mikroba untuk menekan satu atau beberapa jenis penyakit tanaman.
  • Pengertian sangat luas: pengendalian hayati patogen tanaman merujuk kepada berbagai mekanisme yang memungkinkan perkembangan penyakit tanaman dapat terhambat secara hayati, termasuk tanaman sendiri sebagai aspek hayati dalam sistem pertanaman, mencakup antara lain penggunaan kultivar tanaman tahan penyakit, penggunaan jamur endofit (endophytic fungi) untuk mengaktifkan ketahanan sistemik tanaman (induced systemic resistance) bukan hanya terhadap patogen tetapi juga terhadap hama, dan untuk memacu pertumbuhan tanaman, penggunaan mikroba untuk memacu pertumbuhan tanaman (plant growth promoting microbes, PGPMs), pergiliran tanaman antara jenis tanaman inang dan jenis tanaman bukan inang, dsb.
Pengendalian hayati gulma dengan menggunakan mikroba menggunakan mekanisme yang lebih mengarah kepada mekanisme infeksi tumbuhan sebagaimana yang terjadi dengan infeksi oleh patogen tumbuhan. Oleh karena itu, interaksi makan-memakan yang terjadi bukan hiperparasitasi, melainkan parasitasi tumbuhan. Bedanya dengan patogen tumbuhan, mikroba yang memparasitasi gulma mempunyai kisaran inang yang sempit, yaitu menginfeksi hanya jenis-jenis gulma yang ditargetkan. Namun sebagaimana halnya pengendalian hayati patogen tanaman dengan menggunakan mikroba, pengendalian hayati gulma dengan menggunakan mikroba juga mencakup tipe interaksi antagonisme jalur campuran d an antagonisme tidak langsung, yang oleh Legein et al. (2020)  dipilah lebih lanjut sebagaimana sudah diuraikan di atas. 

Biopestisida dan Rekayasa Genetika dalam Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati patogen tanaman dan gulma dengan menggunakan mikroba sebagai agen hayati dikenal juga sebagai pengendalian hayati mikrobial (microbial biological control). Untuk mengaplikasikan pengendalian hayati penyakit tanaman dan gulma, baik dengan strategi inokultif maupun inundatif, maka mikrobia perlu diformulasikan sebagaimana halnya memformulasikan pestisida (pesticide formulation). Dalam kaitan dengan kebutuhan formulasi tersebut maka dalam penggunaan mikroba untuk pengendalian hayati penyakit tanaman dan gulma dikenal istilah pestisida hayati (biological pesticide) atau biopestisida (biopesticide). Namun istilah niopestisida mempunyai pengertian yang lebih luas daripada formulasi mikroba untuk pengendalian hayati:
  • US Environmental Protection Agency (US-EPA): "tipe pestisida yang berasal dari material alami semisal hewan, tumbuhan, bakteria, dan mineral tertentu". Sampai 31 Agustus 2021, US-EPA telah memberikan registrasi terhadap 390 bahan aktif biopestisida. Untuk keperluan registrasi, US_EPA mengklasifikasikan biopesyisida ke dalam tiga kategori: (1) pestisida mikrobial (microbial pesticides atau microbial-based pesticides), yaitu pestisida yang menggunakan mikroba dan virus sebagai bahan akrif, misalnya pestisida dengan bahan aktif jamur, kromista, bakteri, atau virus, (2) protektan-termasukkan tumbuhan (plant-incorporated protektants, PIPs), yaitu pestisida yang bahan aktifnya adalah material genetik yang dimasukkan ke dalam tumbuhan untuk menghasilkan senyawa yang bersifat pestisida, misalnya jagung-Bt (Bt-corn) dan kapas-Bt (Bt-cotton) (bagian dari tanaman termodifikasi secara genetik, genetically modified crops, GMCs, dan GMCs merupakan bagian dari organisme termodiifikasi secara genetik, genetically modified organisms, GMOs), (3) pestisida biokemis (biochemical pestisides), yaitu senyawa terdapat alami yang mengendalikan OPT dengan mekanisme non-toksik (tanpa meracuni), misalnya dengan menggunakan feromon (pheromones)
  • The EU European Environment Agency (EU-EEA): "pestisida yang dibuat dari sumber-sumber hayati, yaitu dari toksin yang terdapat secara alami ... Agen hayati yang terdapat secara alami untuk membunuh OPT dengan menyebabkan efek hayati daripada dengan menyebabkan keracunan kimiawi"
  • Pemerintah Indonesia tidak mendefinisikan biopestiisida secara khusus, melainkan hanya dapat disiratkan dari definisi pestisida dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 34 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pestisida yang mendefinisikan "Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: a. memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian; b. memberantas rerumputan; c. mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; d. mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk; e. memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak; f. memberantas atau mencegah hama-hama air; g. memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan/atau h. memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air." Silahkan pilih sendiri yang mana di antara pilihan a sampai h termasuk biopestisida. Sebagaimana halnya pestisida, biopestisida dijual dengan formulasi tertentu dan merek dagang (Gambar 3.2.9).
Selain ketiga kategori biopestisida di atas, saat ini juga dikembangkan tipe biopestisida baru yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari ketiga kategori di atas:
  • Mikroba endofit sebagai biopestidida sebagaimana diajukan oleh Glare et al. (2012). mikroba yang berada dan berkembang dalam jaringan tumbuhan tanpa menimbulkan kerusakan terhadap tumbuhan itu sendiri, misalnya jamur endofit Neotyphodium spp. yang terdapat dalam jaringan beberapa genus rumput, dapat memberikan pengaruh pestisida terhadap hama dan meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan ternak yang memakan rumput tersebut, dipasarkan dengan merek dagang antara lain AR1(TM), AR37(TM), MaxQ1(R)
  • RNA interference (RNAi), juga disebut Post-Transcriptional Gene Silencing (PTGS): merupakan tanggapan hayati terkonservasi terhadap RNA untai-ganda yang memediasi ketahanan terhadap asam nukleat patogenik ensogen maupun endogen, dan mengendalikan ekspresi gen pengkode-protein, diformulasikan sebagai nanopartikel dengan menggunakan silikon sebagai surfaktan, sedang dikembangkan untuk mengendalikan kumbang colorado pada tanaman kentang.
Mengingat definisi biopestisida sebagaimana tersebut di atas maka biopestisida yang paling relevan dengan pengendalian hayati adalah biopestisida mikrobial. Namun demikian, bipestisida mencakup aspek yang lebih luas sehingga untuk memahaminya, silahkan membaca buku teks oleh Nollet & Mir (2023).
Gambar 3.2.9.
Contoh merek dagang biopestisida yang beredar di Indonesia. BT Plus merupakan nioinsektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis strain 4042 dan (1 x 10**8 cfu/gram) dan Serratia marcescens strain NPKC3_2_21 (1 x 10**8 cfu/gram) dalam formulasi tepung terlarutkan (WP) untuk pengendalian hayati secara parasitik untuk mengendalikan ulat penggerek batang padi, ulat grayak, ulat daun, thrips, dan nematoda. BT Max merupakan bioinsektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis strain 4042 (1 x 10**7 cfu/gram) dan Serratia marcescens strain NPKC3_2_21 (1 x 10**7 cfu/gram) dalam formulasi tepung terlarutkan (WP) untuk pengendalian hayati secara sistemik/endofittik dengan cara masuk ke dalam jaringan tanaman untuk mengendalikan ulat penggerek batang dan ulat grayak bawang merah. Sumber: Prima Agro Tech. 

Sebagaimana dapat dipahami dari membaca uraian mengenai biopestisida, bioteknologi merupakan aspek yang sangat penting dalam pengembangannya. Pengembangan biopestisida dilakukan dalam tiga strategi sebagai berikut:
  • Transgenik, dilakukan untuk memasukkan material genetik asing yang berasal dari jenis organisme berbeda, baik dalam kerajaan yang sama maupun berbeda, ke dalam tanaman, baik tanpa maupun dengan memodifikasi material genetik sebelum dimasukkan.
  • Sisgenik, dilakukan dengan memasukkan material genetik yang berasal dari jenis tanaman yang sama atau jenis tanaman berkerabat dekat, yang memungkinkan dilakukan pemilaan tanaman secara konvensional
  • Subgenik, dilakukan tanpa memasukkan material genetik dari luar tanaman, melainkan dengan cara mengubah struktur genetik tanaman itu sendiri dengan cara melakukan gene knokdoen atau gene knockout, misalnya sebagaimana yang dilakukan dalam menciptakan galur tanaman gandum yang tahan terhadap penyakit tepung.
Memanipulasi material genetiuk tanaman sebagaimana yang dilakukan dalam ketiga strategi di atas dilakukan dengan menggunakan:
  • Teknik-teknik biologi molekuler (molecular biologi techniques): mencakup teknik-teknik untuk menghasilkan kumpulan fragmen DNA, yang disebut perpustakaan DNA (DNA library), melalui proses pembuatan klon molekuler (molecular clonning).
  • Teknik-teknik rekayasa genetika (genetic engineering techniques): mencakup teknik-teknik untuk mengidentifikasi, memasukkan, memodifikasi, atau menghapus DNA pada berbagai tataran, mulai dari pasangan basa tertentu dalam suatu untai DNA gen tertentu sampai pada seluruh gen target.
Untuk memperoleh dasar yang memadai mengenai bioteknologi pengendalian hayati, silahkan membaca kembali catatan kuliah dan buku teks mengenai bioteknologi pertanian.

Terlepas dari strategi dan teknik yang digunakan, tanaman hasil rekayasa teknologi merupakan bagian dari organisme termodifikasi genetik (genetically modified organisms, GMO), yang merupakan isu yang menua pro dan kontra di banyak negara. Kontoversi terjadi karena perbedaan pemahaman menimbulkan persepsi yang berbeda di antara ilmuwan, masyarakat umum, dan pemerintah sehingga dapat memicu kontroversi yang kurang lebih serupa dengan kontroversi mengenai bentuk bumi dan kontroversi mengenai evolusi. Saat ini tersedia banyak galur tanaman GMO, tetapi tidak semuanya direkayasa untuk tujuan pengendalian OPT. Salah satu galur tanaman GMO yang direkayasa untuk ketahanan tanaman terhadap OPT adalah Jagung PRG MON 89034, produk generasi kedua dari perusahaan Monsanto, yang diklaim dikembangkan untuk mengendalikan serangga Lepidoptera hama pada jagung, dengan cara menghasilkan protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 turunan bakteri Bacillus thuringiensis (Bt). Meskipun kontroversial, pemerintah Indonesia telah mendorong petani untuk menggunakan tanaman GMO. Untuk memahami perbedaan persepsi yang dapat timbul, selahkan membaca artikel Genetically Modified Plants: Public and Scientific Perceptions, sedangkan untuk memahami perbedaan regulasi mengenai peredaran dan penggunaan biopestisida di berbagai negara, silahkan baca buku: The Use and Regulation of Microbial Pesticides in Representative Jurisdictions Worldwide.

3.2.1.2. Membaca Pustaka
Materi kuliah yang Anda baca ini hanyalah semacam panduan mengenai bagaimana seharusnya Anda mempelajari materi kuliah ini. Untuk mempelajari materi kuliah ini lebih lanjut, Anda perlu membaca pustaka sebagai berikut:
Buku Teks:
Artikel Jurnal:
Silahkan klik aerikel jurnal ilmiah yang tautannya diberikan pada teks materi kuliah.
Silahkan mengklik halaman Pustaka Kuliah untuk mengakses dan mengunduh buku teks, mengakses perpustakaan daring dan mengunduh buku teks gratis, mengakses websites, dan mengakses artikel jurnal ilmiah.

3.2.2. TUGAS/PROJEK KULIAH

3.2.2.1. Mendiskusikan dengan Cara Membagikan Blog dan Materi Kuliah
Setelah membaca materi kuliah, silahkan bagikan materi kuliah melalui media sosial yang dimiliki disertai dengan mencantumkan status tertentu, misalnya "Saya sekarang baru tahu ternyata statistika terapan itu menyenangkan  ... dst." Untuk membagikan lauar klik tombol Beranda dan kemudian klik tombol pembagian memalui media sosial dengan mengklik tombol media sosial yang tertera di sebelah kanan judul materi kuliah. Jika media sosial yang dimiliki tidak tersedia dalam ikon yang ditampilkan, klik ikon paling kanan untuk membuka ikon media sosial lainnya. Materi kuliah dibagikan paling lambat pada Minggu, 20 Oktober 2024 pukul 24.00 WITA. dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.

3.2.2.2. Mendiskusikan dengan Cara Menyampaikan dan Menanggapi Komentar
Setelah membaca materi kuliah, silahkan buat minimal satu pertanyaan dan atau komentar mengenai materi kuliah. Buat pertanyaan secara langsung tanpa perlu didahului dengan selamat pagi, selamat siang, dsb., sebab belum tentu akan dibaca pada jam sesuai dengan ucapan selamat yang diberikan. Ketik pertanyaan atau komentar secara singkat tetapi jelas, misalnya "Mohon menjelaskan apa manfaat mempelajari statistika terapan". Pertanyaan dan/atau komentar diharapkan ditanggapi oleh mahasiswa lainnya dan setiap mahasiswa wajib menanggapi minimal satu pertanyaan dan/atau komentar yang disampaikan oleh mahasiswa lainnya. Pertanyaan dan/atau komentar maupun tanggapannya disampaikan paling lambat pada Minggu, 20 Oktober 2024 pukul 24.00 WITA. dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.

3.2.2.3. Mengerjakan Tugas/Projek Kuliah
Silahkan mengerjakan tugas projek kuliah 3.2 sebagai lanjutan dari projek kuliah 3.1 dengan melakukan pengamatan sebagai berikut
  1. Kelompok 1: melakukan pengamatan perkembangan jumlah puru yang disebabkan oleh lalat puru Cecidochares connexa (Macquart, 1848) pada gulma Chromolaena odorata, pengamatan minggu kedua, dengan cara yang sama dengan yang dilakukan pada minggu pertama, disertai dengan menghitung jumlah puru yang rusak karena bekas dipatuk burung;
  2. Kelompok 2: melakukan pengamatan populasi larva dan imago lalat puru Cecidochares connexa (Macquart, 1848) pada gulma Chromolaena odorata, pengamatan minggu kedua, dengan cara yang sama dengan yang dilakukan pada minggu pertama, disertai dengan menghitung jumlah puru yang lubangnya dimasuki oleh semut;
  3. Kelompok 3: melakukan pengamatan jumlah cabang di atas puru yang disebabkan lalat puru Cecidochares connexa (Macquart, 1848) pada gulma Chromolaena odorata, pengamatan minggu kedua, dengan cara yang sama dengan yang dilakukan pada minggu pertama, disertai dengan menghitung jumlah biji yang terdapat pada satu kuntum 'buah' Chromolaena odorata, dengan mengambil 3 buah secara acak per titik sampel;
  4. Kelompok 4: melakukan pengamatan panjang cabang di atas puru yang disebabkan lalat puru Cecidochares connexa (Macquart, 1848) pada gulma Chromolaena odorata, pengamatan minggu kedua, dengan cara yang sama dengan yang dilakukan pada minggu pertama, disertai dengan menghitung jumlah cabang sekunder yang terdapat pada satu setiap cabang sampel yang diukur panjangnya;

Catat hasil wawancara dan pengamatan untuk disampaikan sebagai bagian dari Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas selambat-lambatnya pada Minggu, 20 Oktober 2024 pukul 24.00 WITA.

3.2.3. ADMINISTRASI KULIAH

Untuk membuktikan telah melaksanakan kuliahi, Anda wajib mengakses, menandatangani presensi, dan mengumpulkan tugas di situs SIADIKNONA. Sebagai cadangan, silahkan juga mengerjakan quiz, menandatangani daftar hadir, dan memasukkan laporan melaksanakan kuliah dan mengerjakan tugas dengan mengklik tautan di bawah ini.
  1. Menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Selasa, 15 Oktober 2024 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani, silahkan periksa daftar hadir yang telah ditandatangani;
  2. Menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Projek selambat-lambatnya pada Minggu, 20 Oktober 2024 pukul 24.00 WITA dan setelah menyampaikan, silahkan periksa untuk memastikan bahwa laporan sudah masuk.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan memasukkan Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah dan Laporan Melaksanakan Kuliah akan ditetapkan sebagai tidak melaksanakan kuliah.

**********
Hak cipta blog dan isi blog pada: I Wayan Mudita
Dipublikasikan pertama kali: 8 September 2023.

Creative Commons License

Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik. 

29 komentar:

  1. Mengapa hewan golongan nematoda dapat berperan sebagai parasit tanaman dan juga sebagai parasit hewan lain

    BalasHapus
  2. Apa saja yang mempengaruhi tingkat virulensi dari jamur entomopatogen?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Tingkat virulensi dari jamur entomopatogen (jamur yang menyebabkan penyakit pada serangga) dipengaruhi oleh beberapa faktor yang melibatkan interaksi antara jamur dan inang serangga. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi virulensi jamur entomopatogen meliputi:

      1. Spesies Jamur: Setiap spesies jamur entomopatogen memiliki tingkat virulensi yang berbeda. Beberapa spesies lebih virulen daripada yang lain terhadap inang tertentu.

      2. Strain Jamur: Dalam spesies jamur yang sama, terdapat beragam strain. Beberapa strain bisa lebih virulen daripada yang lain tergantung pada faktor genetik mereka.

      3. Kondisi Lingkungan: Faktor-faktor lingkungan seperti kelembaban, suhu, dan kepadatan populasi inang serangga dapat memengaruhi kemampuan jamur entomopatogen untuk menginfeksi dan berkembang pada inang.

      4. Inang Tersedia: Tingkat virulensi jamur entomopatogen juga dipengaruhi oleh spesies dan jenis inang serangga. Beberapa serangga mungkin lebih rentan terhadap infeksi daripada yang lain.

      5. Cara Penyebaran: Metode penyebaran jamur entomopatogen, seperti spora yang dilepaskan oleh jamur, dapat memengaruhi tingkat virulensi. Beberapa jamur dapat lebih efisien menyebar dan menginfeksi inang dibandingkan yang lain.

      6. Kecepatan Infeksi: Kecepatan dengan mana jamur entomopatogen dapat menginfeksi dan berkembang dalam inang juga memainkan peran dalam tingkat virulensi.

      7. Interaksi dengan Organisme Lain: Keberadaan organisme lain seperti predator serangga atau mikroba bersaing dalam lingkungan yang sama dapat mempengaruhi tingkat virulensi jamur entomopatogen.

      Perlu diingat bahwa tingkat virulensi jamur entomopatogen dapat berbeda-beda tergantung pada konteks dan spesifikasinya. Oleh karena itu, pemahaman faktor-faktor ini penting dalam pengembangan dan penerapan jamur entomopatogen dalam kontrol biologis hama serangga.

      Hapus
  3. Bagaimana cara kita mengetahui diantara tiga strategi pengembangan biopestisida (Transgenik,Sisgenik, dan Subgenik) strategi yang lebih banyak digunakan, dan yang lebih efektif?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Literatur dan Penelitian Ilmiah: Membaca studi dan artikel ilmiah yang membandingkan ketiga strategi ini. Penelitian terbaru biasanya memberikan wawasan yang lebih terkini tentang efektivitas dan penggunaan masing-masing strategi.

      Data Lapangan dan Aplikasi Komersial: Melihat aplikasi nyata dari ketiga strategi ini di lapangan dan mengetahui strategi mana yang lebih sering digunakan dalam praktik pertanian atau pengendalian hama.

      Konsultasi dengan Ahli: Berbicara dengan ahli atau peneliti yang bekerja dalam bidang pengembangan biopestisida untuk mendapatkan pandangan dan pengalaman mereka terkait kelebihan dan kekurangan masing-masing strategi.

      Pemantauan Trend Pasar: Mengamati tren pasar dan preferensi petani atau pengguna biopestisida terhadap strategi tertentu dapat memberikan indikasi kuat tentang keefektifan dan popularitasnya.

      Hapus
  4. Saya ijin bertanya :
    Apa bedanya Pengendalian hayati gulma dengan menggunakan mikroba dengan Pengendalian hayati patogen tanaman dengan menggunakan mikroba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengendalian hayati gulma dengan menggunakan mikroba menggunakan mekanisme yang lebih mengarah kepada mekanisme infeksi tumbuhan sebagaimana yang terjadi dengan infeksi oleh patogen tumbuhan. Oleh karena itu, interaksi makan-memakan yang terjadi bukan hiperparasitasi, melainkan parasitasi tumbuhan. Bedanya dengan patogen tumbuhan, mikroba yang memparasitasi gulma mempunyai kisaran inang yang sempit, yaitu menginfeksi hanya jenis-jenis gulma yang ditargetkan. Namun sebagaimana halnya pengendalian hayati patogen tanaman dengan menggunakan mikroba, pengendalian hayati gulma dengan menggunakan mikroba juga mencakup tipe interaksi antagonisme jalur campuran dan antagonisme tidak langsung, yang oleh Legein et al. (2020)

      Hapus
  5. saya ingin bertanya mengenai pernyataan yang mengatakan bahwa "nematoda merupakan OPT golongan hewan tetapi sebagai parasit hewan merupakan musuh alami". apakah maksudnya nematoda bisa dijadikan musuh alami juga? mohon dijelaskan maksud dari kalimat tersebut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya akan menjawab pertnyaan dari kawan melisa
      bahwa nematoda adalah organisme penggerek tanah (OPT), yang berarti mereka memiliki peran penting dalam siklus nutrisi dan dekomposisi dalam ekosistem. Namun, ketika nematoda berfungsi sebagai parasit pada hewan, mereka bisa menjadi musuh alami bagi hewan inangnya. Ini berarti nematoda dapat mempengaruhi keseimbangan populasi dan memainkan peran dalam kontrol alami dari populasi hewan tertentu.

      Hapus
  6. Bagaimana mikroba, biopestisida, dan rekayasa genetika berkontribusi dalam pengendalian hayati, dan apa kelebihan serta tantangan dari masing-masing metode tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengendalian hayati dengan mikroba, biopestisida, dan rekayasa genetika adalah metode ramah lingkungan untuk mengatasi hama tanaman. Mikroba seperti Bacillus thuringiensis (Bt) digunakan untuk menekan hama secara spesifik, namun efektivitasnya bergantung pada kondisi lingkungan. Biopestisida berasal dari bahan alami dan aman bagi lingkungan, tetapi memiliki masa aktif pendek dan perlu aplikasi berulang. Rekayasa genetika menghasilkan tanaman tahan hama secara otomatis, namun menimbulkan kekhawatiran tentang resistensi hama dan dampak jangka panjang. Ketiganya membantu mengurangi penggunaan pestisida kimia, dengan tantangan terkait efektivitas dan penerimaan publik.

      Hapus
  7. Apa perbedaan antara entomoparasit dan entomopatogen dalam memparasitasi OPT jenis serangga?

    BalasHapus
    Balasan

    1. Entomoparasit dan entomopatogen adalah dua istilah yang berbeda dalam memparasitasi organisme pengganggu tanaman (OPT) jenis serangga, meskipun keduanya berhubungan dengan interaksi antara makhluk hidup dan serangga.

      Entomoparasit adalah organisme yang hidup sebagai parasit pada serangga dan biasanya hanya menghisap cairan tubuh atau memakan bagian tubuh serangga tanpa membunuh secara langsung. Organisme ini sering kali mencakup serangga inangnya dan dapat mempengaruhi siklus hidupnya, tetapi tidak selalu menyebabkan kematian segera. Misalnya, beberapa jenis parasit tawon yang menyukai telurnya ke dalam tubuh serangga

      Entomopatogen, di sisi lain, adalah organisme yang menyebabkan penyakit pada serangga dan biasanya berakhir pada kematian inangnya. Entomopatogen bisa berupa bakteri, virus, jamur, atau protozoa yang menginfeksi serangga. Setelah infeksi, organisme ini mengganggu fungsi normal tubuh serangga dan akhirnya membunuh, baik melalui infeksi langsung atau dengan menghambat sistem imun

      Hapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. bagaimana pengendalian hayati menggunakan mikroba ini dapat mempengaruhi interaksi ekologi serangga lain atau spesies non-target di lingkungan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengendalian hayati menggunakan mikroba dapat mempengaruhi interaksi ekologi serangga lain atau spesies non-target dengan beberapa cara:

      1. Spesifisitas: Banyak mikroba dirancang untuk menargetkan spesies hama tertentu, sehingga dampaknya terhadap spesies non-target cenderung minimal.

      2. Efek Sekunder: Mikroba dapat mempengaruhi dinamika populasi serangga lain dengan mengubah interaksi predator-mangsa atau mempengaruhi perilaku makan serangga lain.

      3. Keseimbangan Ekosistem: Pengendalian hama dengan mikroba dapat membantu memulihkan keseimbangan ekosistem, tetapi juga bisa menyebabkan ketidakseimbangan jika spesies non-target terpengaruh.

      4. Perubahan Habitat: Aktivitas mikroba dalam tanah atau pada tanaman dapat mempengaruhi kesehatan tanah dan kualitas habitat, yang dapat berdampak pada komunitas serangga secara keseluruhan.

      Dengan demikian, penggunaan mikroba dalam pengendalian hayati harus dilakukan dengan hati-hati untuk meminimalkan dampak negatif terhadap interaksi ekologi dan spesies non-target.

      Hapus
  10. Bagaimana integrasi mikroba, biopestisida, dan rekayasa genetika dapat meningkatkan efektivitas pengendalian hayati?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Integrasi mikroba, biopestisida, dan rekayasa genetika meningkatkan efektivitas pengendalian hayati dengan cara berikut:

      1. Mikroba : Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur secara alami melawan patogen tanaman, melalui antagonisme, kompetisi sumber daya, atau menginduksi ketahanan pada tanaman.

      2. Biopestisida: Produk alami ini bekerja secara spesifik pada hama dan ramah lingkungan. Kombinasinya dengan mikroba memperkuat pengendalian hama secara sinergis.

      3. Rekayasa Genetika : Mikroba dan tanaman direkayasa agar lebih efektif melawan hama, misalnya mikroba yang diubah untuk menghasilkan senyawa pengendali lebih baik atau tanaman transgenik yang tahan hama.

      Kolaborasi ketiganya mengurangi penggunaan pestisida kimia, meningkatkan efektivitas jangka panjang, serta menjaga ekosistem dan kesehatan tanah.

      Hapus
  11. Bagaimana integrasi mikroba, biopestisida, dan rekayasa genetika meningkatkan efektivitas pengendalian hayati?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Integrasi ini meningkatkan pengendalian hayati melalui kombinasi mikroba alami yang melawan patogen, biopestisida yang ramah lingkungan dan efektif, serta rekayasa genetika yang meningkatkan ketahanan tanaman dan mikroba, sehingga mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia dan memperkuat perlindungan tanaman secara berkelanjutan.

      Hapus
    2. Integrasi mikroba, biopestisida, dan rekayasa genetika dapat meningkatkan efektivitas pengendalian hayati dengan mengoptimalkan mikroba sebagai agen hayati melalui peningkatan kemampuan infeksi, spesifisitas inang, dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan. Rekayasa genetika memungkinkan modifikasi mikroba untuk menghasilkan strain yang lebih efisien dan stabil, sementara formulasi biopestisida memastikan mikroba tetap aktif dan mudah diaplikasikan di lapangan. Kombinasi ini menghasilkan solusi pengendalian yang lebih efektif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan dalam mengatasi hama dan gulma.

      Hapus
  12. Bagaimana strategi inokultif dan inundatif diterapkan dalam pengendalian hayati menggunakan mikroba?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Strategi inokulatif dan inundatif adalah dua pendekatan utama dalam pengendalian hayati (biologis) yang menggunakan mikroorganisme untuk mengontrol populasi hama atau penyakit pada tanaman. Pengendalian hayati dengan mikroba ini bertujuan untuk menggantikan atau mengurangi penggunaan pestisida kimia dengan cara yang lebih ramah lingkungan.

      Hapus
  13. Bagaimana mekanisme kerja mikroba entomopatogen seperti Beauveria bassiana dalam mengendalikan serangga hama?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mikroba entomopatogen seperti Beauveria bassiana mengendalikan serangga hama dengan cara memasuki tubuh inangnya melalui kulit. Setelah masuk, spora Beauveria bassiana berkembang biak di dalam jaringan serangga, melepaskan enzim yang merusak jaringan dan sistem imun inang. Proses ini menyebabkan kematian serangga hama dalam beberapa hari. Selain itu, mikroba ini juga menghasilkan metabolit toksik yang dapat memperburuk kondisi serangga dan mendorong infeksi lebih lanjut.

      Hapus
  14. Bagaimana peran biopestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman dibandingkan dengan pestisida kimia?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biopestisida memiliki peran penting dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan pendekatan yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pestisida kimia. Berikut adalah beberapa perbandingan antara biopestisida dan pestisida kimia:

      1. **Sumber dan Komposisi**:
      - **Biopestisida**: Terbuat dari bahan alami, seperti mikroorganisme (bakteri, jamur), ekstrak tumbuhan, atau produk alami lainnya. Ini membuatnya lebih aman untuk manusia dan lingkungan.
      - **Pestisida Kimia**: Umumnya terbuat dari senyawa sintetis yang dapat memiliki efek samping berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem.

      2. **Keberlanjutan**:
      - **Biopestisida**: Lebih berkelanjutan, dapat mendukung praktik pertanian organik dan menjaga keseimbangan ekosistem. Penggunaannya cenderung mengurangi risiko resistensi hama.
      - **Pestisida Kimia**: Sering menyebabkan resistensi hama dan penyakit, yang membuatnya kurang efektif seiring waktu.

      3. **Efek Samping**:
      - **Biopestisida**: Biasanya memiliki efek samping yang lebih sedikit, baik bagi manusia maupun organisme non-target. Ini membantu melindungi keanekaragaman hayati.
      - **Pestisida Kimia**: Dapat menyebabkan pencemaran tanah dan air, serta mempengaruhi kesehatan manusia dan hewan.

      4. **Mekanisme Kerja**:
      - **Biopestisida**: Bekerja dengan berbagai mekanisme, seperti menginfeksi hama atau penyakit, memproduksi senyawa antimikroba, atau memicu respon pertahanan tanaman.
      - **Pestisida Kimia**: Biasanya bekerja dengan cara membunuh atau mengusir hama secara langsung.

      5. **Efektivitas**:
      - **Biopestisida**: Mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk menunjukkan efek dibandingkan pestisida kimia, tetapi dapat lebih efektif dalam jangka panjang jika digunakan secara tepat.
      - **Pestisida Kimia**: Menawarkan hasil yang cepat, tetapi efek jangka panjangnya dapat merugikan.

      Secara keseluruhan, biopestisida merupakan alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman, meskipun sering kali lebih efektif jika digunakan dalam kombinasi dengan metode lain dalam manajemen hama terpadu.

      Hapus
  15. Jelaskan bagaimana biopestisida dapat digunakan sebagai alternatif pestisida kimia dalam pertanian.

    BalasHapus